Hujan deras dan angin kencang yang terjadi beberapa hari lalu di Desa Sumberkolak, Kecamatan Panarukan, membuat tanaman padi roboh. Keadaan ini semakin diperparah dengan intensitas hujan yang tinggi, Selasa (30/5) lalu.
Wilayah Banyuwangi diprediksi mengalami puncak musim kemarau pada Juli sampai Agustus mendatang. Untuk mengantisipasi penurunan produksi pertanian di Bumi Blambangan, sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait pun mulai melakukan upaya antisipasi.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mendorong agar para petani di Kabupaten Situbondo menggunakan tenaga mesin pada saat panen. Inovasi itu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, utamanya padi.
Ketersediaan pupuk subsidi jenis urea diprediksi cukup untuk memenuhi kebutuhan petani Situbondo pada masa tanam kedua sejak Mei hingga Agustus 2023. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispertangan) Pemkab Situbondo sudah menyediakan sekitar delapan ribu ton pupuk urea.
Harga gabah di Banyuwangi perlahan turun di kisaran Rp 5.800 per kilogram (kg) seiring dengan masuknya masa panen raya. Sebelumnya, harga gabah mencapai puncak tertinggi Rp 6.000 per kg.
Stok beras di Kabupaten Situbondo cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama delapan bulan ke depan. Sebab, memasuki musim panen raya pertama tahun ini, persediaan beras diperkirakan bisa mencapai puluhan ribu ton.
Sejumlah petani memilih mulai memanen padi lebih awal, meskipun sebenarnya masih belum waktunya. Ini dilakukan akibat cuaca tidak menentu yang bisa memicu gagal panen.
Sejumlah petani di Kabupaten Situbondo mengeluh. Penyebabnya, harga gabah justru sangat rendah saat musim panen tiba. Harga gabah kini menjadi Rp 4 ribu per kilogram. Sebelumnya, harganya bahkan sempat menyentuh angka Rp 3.800 per kilogram.Â
Status Banyuwangi sebagai salah satu lumbung padi di Jatim tidak membuat pemerintah setempat jemawa. Berbagai inovasi terus dilakukan agar hasil panen di kabupaten ujung timur Pulau Jawa ini meningkat.