RADAR BANYUWANGI – Desa/Kecamatan Sempu tampaknya ingin menahbiskan diri sebagai sentra tanaman hias. Di desa dengan jumlah penduduk 6.904 jiwa tersebut, terdapat kampung yang penduduknya menekuni usaha budi daya tanaman hias.
Perkampungan penduduk yang dikenal sebagai Kampung Florist tersebut berada di Dusun Tugung, Desa Sempu. Daerah ini berbatasan dengan Desa Setail dan Desa Kaligondo, Kecamatan Genteng. Berbagai tanaman hias dibudidayakan oleh warga yang tergabung dalam Komunitas Petani Tanaman Hias dan Pertamanan Sempu (KPTHPS).
Siapa pun yang masuk wilayah kampung itu, akan disambut dengan pemandangan taman bunga di kiri dan kanan jalan. Di halaman rumah warga, juga banyak dihiasi aneka tanaman. ”Mayoritas warga kampung sini berprofesi sebagai petani tanaman hias,” kata Ketua KPTHPS Edi Riswanto, 50.
Tercetusnya Kampung Florist ini, bermula saat ada warga pendatang dari Batu, Malang. Warga itu merupakan ”penggila” tanaman hias. ”Pada 1985, ada warga pendatang, Pak Ali namanya. Dia yang mengenalkan tanaman hias kepada warga sini,” ujarnya.
Warga yang mulai ”teracuni” tanaman hias, kemudian ikut-ikutan belajar merawat tanaman hias. Lambat laun mereka mulai meninggalkan pekerjaan utama sebagai petani. ”Diawali dari hobi, setelah warga sudah sayang dengan tanaman, lama-lama mulai jualan tanaman hias,” terang Edi.
Cukup lama berjalan, warga akhirnya mulai bisa mendapatkan pundi-pundi rupiah dari usaha tanaman hias tersebut. Hal itulah yang kemudian mendasari dibentuknya KPTHPS. ”Komunitas ini untuk mewadahi usaha warga,” jelas Edi.
Puncaknya, pada saat pandemi Covid-19 yang lalu, banyak masyarakat yang berburu tanaman hias untuk mengisi waktu luang di rumah. Omzet warga yang semula hanya berkisar Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu sehari, melonjak hingga berlipat-lipat. ”Saat pandemi, omzetnya bikin semua (petani tanaman hias) tidak percaya,” ungkapnya.
Bagaimana tidak, Edi mengaku dalam sehari bisa mendapatkan omzet hingga Rp 1 juta lebih, itu pun hanya dari jualan bunga. Saat itu, semua tanaman hias laku terjual. ”Sehari rata-rata berpenghasilan Rp 1 hingga Rp 3 juta,” bebernya.
Hal senada juga dirasakan oleh petani lainnya, Halid Mawardi, 50. Dia menyebut, pendapatannya selama pandemi sangat menjanjikan. Hingga saat ini, pemasukannya dari bertani tanaman hias juga masih cukup baik. ”Kalau sekarang, omzet sebulan mencapai Rp 3 juta,” ucapnya seraya menyebut jumlah itu dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selain bekerja sebagai petani tanaman hias, warga di Kampung Florist tersebut juga banyak yang bekerja sebagai penata taman di proyek atau pesanan lainnya. ”Banyak warga yang kerja sampingan sebagai pekerja taman,” ucap Mawardi.
Meski pendapatannya dari menanam tanaman hias mencukupi, tapi masih banyak anggota kelompoknya yang kesulitan memasarkan tanaman hiasnya. ”Ini yang harusnya dipecahkan bersama, kami butuh bantuan pemerintah desa,” harapnya.
Kepala Desa Sempu Nanang Santoso melalui Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kaur Kesra) Agus Kuswandono mengatakan, Pemerintah Desa (Pemdes) Sempu mendukung penuh usaha warga tersebut. ”Saya juga bagian dari teman-teman kelompok (KPTHPS), dalam struktur saya termasuk penasihat,” ungkapnya.
Agus mengatakan upayanya masuk dalam kepengurusan kelompok itusalah satunya agar bisa menyerap aspirasi dari masyarakat. Pasalnya, pemdes telah memiliki program menjadikan kampung itu sebagai lokasi ekowisata. ”Ini potensi yang bagus, Kampung Florist ini jika dikembangkan dengan baik akan jadi tempat wisata yang menarik,” jelasnya.
Hanya saja, jelas Agus, keterbatasan anggaran membuat rencana Pemdes Sempu dan mimpi warga itu belum bisa menjadi kenyataan. ”Kami saat ini sedang lobi-lobi pihak yang bisa diajak dalam mengembangkan potensi desa ini,” terangnya.
Agus juga berharap, apa yang dilakukan warga DusunTugung bisa menular ke masyarakat lainnya, khususnya dusun lain di Desa Sempu. ”Ini potensi yang bagus, kalau warga lain bisa mengikuti akan lebih baik lagi,” pungkasnya. (sas/abi/c1)