SRONO, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Desa Wonosobo, Kecamatan Srono, selama ini dikenal sebagai daerah tambang pasir. Di desa yang berbatasan dengan Kecamatan Rogojampi ini, banyak ditemukan kubangan bekas galian C. Dump truck yang mengangkut pasir juga masih berseliweran di desa tersebut.
Namun, selain sumber daya mineral, Desa Wonosobo juga menyimpan banyak potensi lain. Berbagai jenis tanaman, seperti kelapa dan empon-empon, telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai produk olahan yang bernilai tambah.
Kepala Desa (Kades) Wonosobo Imam Muslim melalui Sekretaris Desa (Sekdes) Rudi Siliworo Putro mengatakan, sentra pengolahan empon-empon di desanya ini ada di Dusun Krajan Kulon. Pengelolanya yakni Kelompok Wanita Tani (KWT) Sri Tanjung. ”KWT ini bagian dari Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sri Wangi,” kata dia.
Selain empon-empon, juga ada sentra pengolahan gula merah atau gula semut. Perajin gula ini banyak ditemui di Dusun Krajan Baru. ”Ini home industry, hampir setiap rumah di Dusun Krajan Barat memproduksi gula semut,” ujarnya.
Ketua Gapoktan Sri Wangi Sutaji mengisahkan ide mengolah empon-empon itu bermula dari niatnya untuk memberdayakan lahan pekarangan milik warga yang ada di daerahnya. ”Banyak lahan di sekitar pekarangan rumah di dusun ini yang belum produktif,” ungkapnya.
Berkaca dari kenyataan tersebut, warga digerakkan untuk menanam empon-empon di sekitar rumahnya. Bak gayung bersambut, usulan itu mendapat sambutan baik dari masyarakat. ”Warga akhirnya ramai-ramai menanam empon-empon,” jelasnya.
Empon-empon tersebut selanjutnya diolah menjadi bubuk minuman instan. Pengolahan empon-empon dilakukan oleh KWT Sri Tanjung yang ada di Desa Wonosobo. ”Produksi olahan empon-empon cukup lumayan,” terang Sumiati, 43, anggota KWT Sri Tanjung bagian produksi.
Sumiati menyebut, dalam satu bulan pihaknya bisa memproduksi 20 kilogram olahan empon-empon. Empon-empon yang diolah meliputi bawang putih, jahe merah, dan kunyit. ”Produksi 20 kilogram termasuk tiga jenis empon-empon itu,” katanya.
Empon-empon diolah dengan cara dirajang dan dikeringkan. Selanjutnya, empon-empon kering tersebut dibuat menjadi bubuk instan siap saji. ”Pengeringan dengan dijemur butuh waktu empat hari, kalau dioven butuh waktu lima jam dengan suhu 110 derajat Celsius,” terangnya.
Setelah dilakukan pengeringan, empon-empon dikemas dalam plastik ukuran 250 gram dan 100 gram. Harga jualnya Rp 25 ribu untuk kemasan 250 gram, sedangkan kemasan 100 gram dipasarkan seharga Rp 10 ribu. ”Produk olahan empon-empon ini dijual secara luring dan daring,” jelas Nurul Aini, 35, anggota KWT bagian marketing.
Nurul menambahkan, penjualan secara luring dilakukan dengan cara dipasarkan ke toko-toko sekitar Desa Wonosobo. Sedangkan penjualan secara luring dilakukan melalui layanan pesan instan WhatsApp (WA). ”Tidak hanya dari Banyuwangi, pemesan produk empon-empon ini juga berasal dari luar kota, seperti Jember dan Jakarta,” ungkapnya seraya menyebut produksinya sempat menyabet juara favorit Jagoan Tani 2022.
Sementara itu, produksi gula merah di Dusun Krajan Baru sudah dilakukan sejak puluhan tahun silam. Produksi ini berjalan lancar lantaran didukung dengan banyaknya pohon kelapa. ”Untuk bahan mentah tidak kesulitan,” ujar salah satu perajin gula semut, Siti Halimah, 47.
Halimah yang telah menekuni usaha pembuatan gula merah sejak 25 tahun lalu menyampaikan, pohon kelapa di kampungnya ada yang dimiliki perajin sendiri. Tapi, juga ada milik warga yang bekerja sama dengan perajin gula merah. ”Saya bagi hasil dengan pemilik pohon kelapa karena bukan dari kebun sendiri,” ungkapnya.
Setiap hari, lanjut Halimah, hasil olahan nira kelapa yang diproduksi bisa mencapai 10 hingga 13 kilogram (kg), tergantung musim. ”Harga gula merah antara Rp 10 ribu hingga Rp 12 ribu per kg, tergantung permintaan pasar,” kata ibu dua anak tersebut.
Camat Srono Tri Wahyu Anggraeni mengatakan, Desa Wonosobo memiliki satu kelompok wanita tani (KWT) yang telah dikenal mengolah tanaman empon-empon. ”Itu salah satu potensi di Desa Wonosobo,” katanya.
Selain mengolah tanaman empon-empon, Desa Wonosobo juga dikenal memiliki potensi dari hasil pengolahan nira kelapa untuk dibuat gula merah. ”Usaha yang dilakukan warga dapat membuka lapangan pekerjaan, banyak tenaga kerja yang terserap,” ujarnya. (gas/abi/sgt/c1)