BANYUWANGI, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Puluhan warga mendatangi kantor DPRD Banyuwangi Kamis (2/2). Mereka menolak perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades), dari enam tahun menjadi sembilan tahun.
Aksi damai yang berlangsung di halaman belakang kantor DPRD Banyuwangi kemarin dimulai pukul 11.30 hingga 13.00. Jumlah pendemo 30 orang yang tergabung dalam Serikat Rakyat Banyuwangi (SRB).
Selama unjuk rasa, mereka membawa sejumlah poster bertuliskan penolakan masa jabatan kades selama sembilan tahun. Usulan perpanjangan jabatan kades dianggap tidak mewakili kepentingan rakyat di desa.
Koordinator aksi demo Supono mengatakan, jabatan kades menjadi sembilan tahun dinilai sebagai kemunduran demokrasi. Pihaknya menolak keras perpanjangan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun. ”Kalau tuntutan kami ditolak, kami akan berangkat ke Jakarta agar didengar wakil rakyat di pusat,” tegas Supono.
Setelah berorasi, perwakilan pendemo diterima oleh Ketua Komisi IV DPRD Banyuwangi Ficky Septalinda. Politisi perempuan dari PDIP tersebut siap menampung semua aspirasi yang disampaikan warga. ”Hasil aspirasi dari masyarakat akan kami sampaikan ke pimpinan untuk ditindaklanjuti,” kata Ficky.
Ada empat poin yang disampaikan warga ke DPRD. Poin pertama, warga keberatan dengan alasan kades yang mengatasnamakan kepentingan rakyat untuk memperpanjang masa jabatan. Poin kedua, menyesalkan tindakan sejumlah kades yang meninggalkan pelayanan desa saat mengikuti aksi damai di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ketiga, warga menyesalkan pernyataan salah satu kades lewat media sosial yang isinya tidak akan memilih partai politik yang tidak mendukung usulan perpanjangan masa jabatan kades. Terakhir, warga mendesak pembubaran asosiasi kades.
”Untuk aspirasi terkait tuntutan pembubaran asosiasi kades akan kami kaji lebih dahulu. Tidak bisa serta-merta dibubarkan. Apalagi pembentukan asosiasi kades juga tercatat dalam Kemenkumham,” jelas Ficky.
Sekadar diketahui, ketentuan perpanjangan masa jabatan kades dalam usulan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sehingga, DPRD tidak bisa berbuat banyak. Ficky mengaku hanya dapat menerima aspirasi warga, lalu diteruskan ke pemerintah pusat. ”Aspirasi saudara kami terima. Selanjutnya, kami masih menunggu instruksi dari pimpinan DPRD,” kata Ficky.
Ketua Askab: Siapa pun Bebas Menyampaikan Aspirasi
Ketua Asosiasi Kepala Desa (Askab) Banyuwangi Anton Sujarwo tidak ambil pusing dengan aksi demo yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang menolak perpanjangan masa jabatan kades.
Menurut Anton, siapa pun bebas menyampaikan aspirasinya, termasuk menolak perpanjangan masa jabatan kades. ”Kita ini tinggal di negara demokrasi, sah-sah saja menyampaikan pendapat dan aspirasi,” tegas Kades Aliyan tersebut.
Masalah demo bukan menjadi tanggung jawab dirinya. Sebab, aspirasi kades yang menuntut perpanjangan jabatan kepala desa sudah bergulir di DPR RI. ”Ya silakan jika ada yang masih dikeluhkan. Yang pasti tuntutan kami sudah masuk DPR RI,” jelas Anton.
Tanggal 17 Januari lalu, ribuan kepala desa dari berbagai daerah di Indonesia menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPR RI di Jakarta. Mereka mendesak agar Undang-Undang Nomor 6 tentang Desa masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) 2023. Para kepala desa menginginkan agar UU Desa direvisi oleh pemerintah dan DPR.
Sejumlah kepala desa dari Banyuwangi ikut serta dalam aksi tersebut. Bahkan, Ketua Askab Anton Sujarwo ikut berorasi. ”Permintaan kami merevisi UU Nomor 6 tentang Desa, merevisi masa jabatan dari enam tahun menjadi sembilan tahun,” kata Anton. (rei/aif/c1)