27.2 C
Banyuwangi
Friday, June 2, 2023

Anak-Anak Nekat Jualan di Traffic Light, Katanya untuk Tambahan Biaya Sekolah

RADAR BANYUWANGI – Entah ini eksploitasi anak atau desakan kebutuhan hidup. Hampir setiap hari, sejumlah anak usia dini menjajakan dagangan di dekat traffic light kota Banyuwangi. Ada tiga tempat yang biasa digunakan untuk mangkal, yakni lampu merah depan PJR, DPRD, dan simpang empat Cungking.

Jika Anda kebetulan melintas di traffic light depan PJR Banyuwangi, akan menemui seorang bocah berusia 11 tahun. Bocah tersebut sehari-hari menjajakan kerupuk dalam bungkus plastik. Setiap lampu menyala merah, si bocah mendekati pengendara motor atau mobil dengan harapan dagangannya dibeli.

Kerja keras si bocah menjual kerupuk sudah berlangsung cukup lama. Kadang dia datang ke tempat tersebut pada pagi hari dan pulang siang hari. Bocah tersebut datang diantar pria menggunakan sepeda motor. Setelah menurunkan bocah tersebut, pria yang naik sepeda motor langsung pergi. Bocah tersebut dibiarkan sendirian menjajakan kerupuk sampai siang.

Bukan hanya di lampu merah dekat PJR, anak usia sekolah berjualan kacang bisa dijumpai di perempatan Cungking, Kelurahan Mojopanggung. Dia adalah MA, 14, yang tinggal di Lingkungan Tamansari, Kelurahan Tamanbaru, Kecamatan Banyuwangi.

Baca Juga :  Stok di Petani Melimpah, Harga Bawang Merah Pun Anjlok

Ketika ditanya, MA mengaku berjualan di lampu merah usai pulang sekolah. ”Saya jalan kaki dari rumah ke sini (lampu merah Cungking) setelah pulang sekolah,” ujarnya ketika ditemui Jawa Pos Radar Banyuwangi saat menjajakan dagangannya, Kamis (16/3).

Siswa kelas 3 salah satu SMPN di Banyuwangi itu berjualan kacang goreng yang dikemas dalam plastik berukuran kecil. Satu kantong plastik kacang goreng dia jual dengan harga Rp 2 ribu. Dalam sehari pendapatan yang dia dapat dari menjual kacang antara Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu. ”Uang jualan kacang untuk tambahan sekolah,” imbuhnya.

Upaya MA mencari uang tambahan sekolah diam-diam mendapat pantauan dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos-PPKB).  Bocah tersebut hidup bersama kedua orang tuanya yang tidak bekerja di rumah dengan kondisi baik.

Temuan kedua, ayah MA pernah bekerja sebagai penjual gorengan. Berhubung lokasi jualan masuk zona terlarang, usaha kecil-kecilan untuk menopang hidup itu tidak dilanjutkan.

Baca Juga :  Ternyata Sumber Vitamin C dan Kaya Antioksidan

Selanjutnya, ayah MA bekerja sebagai kuli bangunan dan berhenti karena faktor kesehatan. MA akhirnya memutuskan membantu kebutuhan hidup kedua orang tuanya dengan berjualan kacang goreng dan terkadang kerupuk di lampu merah Cungking.

Kepala Dinsos-PPKB Henik Setyorini mengatakan, dari hasil pengecekan data kependudukan, keluarga MA telah mendapatkan sejumlah bantuan. Yakni, bantuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dari pemerintah pusat serta program Gerakan Daerah Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh) yang merupakan program dari Dinas Pendidikan.

Menindaklanjuti kasus MA, Dinsos-PPKB akan mengusulkan bantuan berupa rombong ke Mahatmiya, sebuah balai rehabilitasi sosial penyandang disabilitas sensorik netra sebagai salah satu UPT Kemensos. Lokasinya di Kabupaten Tabanan, Bali.

Rombong tersebut nantinya bisa digunakan untuk berjualan gorengan ayah MA. ”Kami juga meminta ayah MA agar melarang anaknya berjualan di lampu merah. Kalau tetap berjualan akan dirazia oleh Satpol PP,” tegas Henik. (rei/aif/c1)

RADAR BANYUWANGI – Entah ini eksploitasi anak atau desakan kebutuhan hidup. Hampir setiap hari, sejumlah anak usia dini menjajakan dagangan di dekat traffic light kota Banyuwangi. Ada tiga tempat yang biasa digunakan untuk mangkal, yakni lampu merah depan PJR, DPRD, dan simpang empat Cungking.

Jika Anda kebetulan melintas di traffic light depan PJR Banyuwangi, akan menemui seorang bocah berusia 11 tahun. Bocah tersebut sehari-hari menjajakan kerupuk dalam bungkus plastik. Setiap lampu menyala merah, si bocah mendekati pengendara motor atau mobil dengan harapan dagangannya dibeli.

Kerja keras si bocah menjual kerupuk sudah berlangsung cukup lama. Kadang dia datang ke tempat tersebut pada pagi hari dan pulang siang hari. Bocah tersebut datang diantar pria menggunakan sepeda motor. Setelah menurunkan bocah tersebut, pria yang naik sepeda motor langsung pergi. Bocah tersebut dibiarkan sendirian menjajakan kerupuk sampai siang.

Bukan hanya di lampu merah dekat PJR, anak usia sekolah berjualan kacang bisa dijumpai di perempatan Cungking, Kelurahan Mojopanggung. Dia adalah MA, 14, yang tinggal di Lingkungan Tamansari, Kelurahan Tamanbaru, Kecamatan Banyuwangi.

Baca Juga :  Peminat Sepeda Gayung Menurun

Ketika ditanya, MA mengaku berjualan di lampu merah usai pulang sekolah. ”Saya jalan kaki dari rumah ke sini (lampu merah Cungking) setelah pulang sekolah,” ujarnya ketika ditemui Jawa Pos Radar Banyuwangi saat menjajakan dagangannya, Kamis (16/3).

Siswa kelas 3 salah satu SMPN di Banyuwangi itu berjualan kacang goreng yang dikemas dalam plastik berukuran kecil. Satu kantong plastik kacang goreng dia jual dengan harga Rp 2 ribu. Dalam sehari pendapatan yang dia dapat dari menjual kacang antara Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu. ”Uang jualan kacang untuk tambahan sekolah,” imbuhnya.

Upaya MA mencari uang tambahan sekolah diam-diam mendapat pantauan dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos-PPKB).  Bocah tersebut hidup bersama kedua orang tuanya yang tidak bekerja di rumah dengan kondisi baik.

Temuan kedua, ayah MA pernah bekerja sebagai penjual gorengan. Berhubung lokasi jualan masuk zona terlarang, usaha kecil-kecilan untuk menopang hidup itu tidak dilanjutkan.

Baca Juga :  Jelang Lebaran, Harga Sembako dan Bumbu Dapur Masih Stabil

Selanjutnya, ayah MA bekerja sebagai kuli bangunan dan berhenti karena faktor kesehatan. MA akhirnya memutuskan membantu kebutuhan hidup kedua orang tuanya dengan berjualan kacang goreng dan terkadang kerupuk di lampu merah Cungking.

Kepala Dinsos-PPKB Henik Setyorini mengatakan, dari hasil pengecekan data kependudukan, keluarga MA telah mendapatkan sejumlah bantuan. Yakni, bantuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dari pemerintah pusat serta program Gerakan Daerah Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh) yang merupakan program dari Dinas Pendidikan.

Menindaklanjuti kasus MA, Dinsos-PPKB akan mengusulkan bantuan berupa rombong ke Mahatmiya, sebuah balai rehabilitasi sosial penyandang disabilitas sensorik netra sebagai salah satu UPT Kemensos. Lokasinya di Kabupaten Tabanan, Bali.

Rombong tersebut nantinya bisa digunakan untuk berjualan gorengan ayah MA. ”Kami juga meminta ayah MA agar melarang anaknya berjualan di lampu merah. Kalau tetap berjualan akan dirazia oleh Satpol PP,” tegas Henik. (rei/aif/c1)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/