Jumlah Serangga Jadi Indikator Keseimbangan Ekosistem
MAKANAN BURUNG: Belalang warna hijau hinggap di atas batang kayu di tepi Sungai Kalilo di wilayah Desa Grogol, Kecamatan Giri, Banyuwangi. (Ramada Kusuma/RadarBanyuwangi.id)
BANYUWANGI, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Hewan-hewan kecil tersebut hidup di tempat yang sulit dijangkau predator. Mereka suka menetap di bawah pohon atau celah batu. Selain itu, serangga dan semut dominan menyukai tempat yang lembap dan teduh.
Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan dan Ilmu Alam (SIKIA) Universitas Airlangga (Unair) Banyuwangi drh Ratih Novita Praja MSi mengungkapkan, jumlah serangga menjadi salah satu indikator keseimbangan ekosistem. Menurutnya, apabila salah satu aspek dalam ekosistem terganggu, maka terdapat kelimpahan jumlah organisme lainnya. ”Jika di daerah sungai misalnya masih terdapat semut dengan jumlah yang wajar, maka ekosistem di daerah tersebut setara atau imbang,” ujarnya.
Burung menjadi salah satu predator alami bagi serangga kecil di daerah sekitar sungai. Jika jumlah burung dan serangga seimbang, maka ekosistem di daerah tersebut bisa dikatakan bagus.
Namun, akhir-akhir ini jumlah burung mulai berkurang. Ini diakibatkan oleh perburuan liar yang membuat populasi serangga dan semut meningkat. Ketika jumlah predator di alam berkurang, maka populasi mangsa mengalami perkembangan. ”Tren sekarang itu perburuan liar terutama burung. Tetapi perburuan itu tidak memperhatikan dampak terhadap ekosistem,” imbuh Ratih.
Oleh karena itu, Ratih berharap kegiatan perburuan liar mulai dikurangi atau bahkan dihentikan. Sebab, perburuan satwa dapat mengganggu ekosistem di daerah tersebut. (rei/bay/c1)
BANYUWANGI, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Hewan-hewan kecil tersebut hidup di tempat yang sulit dijangkau predator. Mereka suka menetap di bawah pohon atau celah batu. Selain itu, serangga dan semut dominan menyukai tempat yang lembap dan teduh.
Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan dan Ilmu Alam (SIKIA) Universitas Airlangga (Unair) Banyuwangi drh Ratih Novita Praja MSi mengungkapkan, jumlah serangga menjadi salah satu indikator keseimbangan ekosistem. Menurutnya, apabila salah satu aspek dalam ekosistem terganggu, maka terdapat kelimpahan jumlah organisme lainnya. ”Jika di daerah sungai misalnya masih terdapat semut dengan jumlah yang wajar, maka ekosistem di daerah tersebut setara atau imbang,” ujarnya.
Burung menjadi salah satu predator alami bagi serangga kecil di daerah sekitar sungai. Jika jumlah burung dan serangga seimbang, maka ekosistem di daerah tersebut bisa dikatakan bagus.
Namun, akhir-akhir ini jumlah burung mulai berkurang. Ini diakibatkan oleh perburuan liar yang membuat populasi serangga dan semut meningkat. Ketika jumlah predator di alam berkurang, maka populasi mangsa mengalami perkembangan. ”Tren sekarang itu perburuan liar terutama burung. Tetapi perburuan itu tidak memperhatikan dampak terhadap ekosistem,” imbuh Ratih.
Oleh karena itu, Ratih berharap kegiatan perburuan liar mulai dikurangi atau bahkan dihentikan. Sebab, perburuan satwa dapat mengganggu ekosistem di daerah tersebut. (rei/bay/c1)