23.6 C
Banyuwangi
Tuesday, May 30, 2023

Tak Ada Pengawasan, Pelaku Prostitusi Rawan Tertular HIV

RadarBanyuwangi.id – Eksistensi prostitusi online dengan sistem aplikasi chatting rupanya bukan barang baru. Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Banyuwangi mendeteksi keberadaan para pelaku bisnis esek-esek sudah muncul sejak beberapa tahun silam.

Tak hanya menawarkan wanita, ada beberapa aplikasi yang khusus diakses untuk waria atau gay. Mereka memiliki platform yang berbeda dengan yang digunakan untuk para wanita. Kini mereka semakin eksis karena aplikasi memudahkan aktivitas mereka. Semua pekerja prostitusi itu dulunya sudah didata oleh KPA Banyuwangi,

”Seks online ini sudah lama, mereka hanya berpindah saja. Sejak lokalisasi konvensional banyak yang tutup, mereka lari ke layanan online,” ujar Komisioner KPA Banyuwangi Erna Agustina.

Pola pemberian layanan PSK online juga berbeda. Mereka yang masih berusia muda memilih hotel-hotel berbintang sebagai tempat transaksi. Sedangkan untuk yang berusia paro baya, biasanya memilih menggunakan hotel kelas melati.

Baca Juga :  Seminggu Empat Kali Gowes

Erna  mengatakan, tak semua PSK ini berasal dari Banyuwangi. Agensi yang berasal dari luar kota juga ikut bermain dalam bisnis ini. Mereka membawa beberapa wanita ke Banyuwangi. Dalam tempo satu dua bulan mereka akan dilempar lagi ke daerah lainnya. Mereka inilah yang agak sulit dideteksi. Tapi, pihaknya memiliki jaringan untuk memantau.

Sayangnya, sejak tahun 2019, KPA Banyuwangi tak lagi bisa bekerja efektif. Minimnya dana hibah dari pemkab dan tidak adanya lagi donatur membuat KPA tak bisa mengawasi jaringan bisnis prostitusi di Banyuwangi. Padahal, dulu minimal tiga bulan sekali, KPA selalu mengumpulkan para mucikari dan PSK. Selain diberi sosialisasi, mereka juga diperiksa VCT secara berkala.

Baca Juga :  Pantai Banyuwangi Kaya Spot Memancing Berkelas

”Jadi kalau ada keluhan penyakit, mereka bisa langsung diobati. Ada juga yang langsung janjian sendiri. Tapi sejak tahun 2019, kegiatan itu berhenti. Kita tidak bisa merawat lagi. Tidak ada anggaran untuk transpor dan kegiatan mengumpulkan jaringan prostitusi,” jelas Erna.

Terkait pengawasan, ibu tiga anak itu menilai para pelaku prostitusi di Banyuwangi sangat berisiko, terutama terkait penularan virus HIV/AIDS. Dulu jika ada yang terkena penyakit, KPA bisa menghubungi mami atau mucikari untuk memanggil anak buahnya yang sedang terserang penyakit. ”Dulu mami kita jadikan outlet kondom. Jadi kita punya formulasi untuk menghitung berapa tamu mereka dalam waktu tertentu, kita berikan sesuai jumlahnya. Kalau kurang berarti maminya kurang mengawasi,” pungkasnya. (fre/aif/c1)

RadarBanyuwangi.id – Eksistensi prostitusi online dengan sistem aplikasi chatting rupanya bukan barang baru. Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Banyuwangi mendeteksi keberadaan para pelaku bisnis esek-esek sudah muncul sejak beberapa tahun silam.

Tak hanya menawarkan wanita, ada beberapa aplikasi yang khusus diakses untuk waria atau gay. Mereka memiliki platform yang berbeda dengan yang digunakan untuk para wanita. Kini mereka semakin eksis karena aplikasi memudahkan aktivitas mereka. Semua pekerja prostitusi itu dulunya sudah didata oleh KPA Banyuwangi,

”Seks online ini sudah lama, mereka hanya berpindah saja. Sejak lokalisasi konvensional banyak yang tutup, mereka lari ke layanan online,” ujar Komisioner KPA Banyuwangi Erna Agustina.

Pola pemberian layanan PSK online juga berbeda. Mereka yang masih berusia muda memilih hotel-hotel berbintang sebagai tempat transaksi. Sedangkan untuk yang berusia paro baya, biasanya memilih menggunakan hotel kelas melati.

Baca Juga :  Aktif Kenalkan Olahraga Bridge lewat Akun Instagram

Erna  mengatakan, tak semua PSK ini berasal dari Banyuwangi. Agensi yang berasal dari luar kota juga ikut bermain dalam bisnis ini. Mereka membawa beberapa wanita ke Banyuwangi. Dalam tempo satu dua bulan mereka akan dilempar lagi ke daerah lainnya. Mereka inilah yang agak sulit dideteksi. Tapi, pihaknya memiliki jaringan untuk memantau.

Sayangnya, sejak tahun 2019, KPA Banyuwangi tak lagi bisa bekerja efektif. Minimnya dana hibah dari pemkab dan tidak adanya lagi donatur membuat KPA tak bisa mengawasi jaringan bisnis prostitusi di Banyuwangi. Padahal, dulu minimal tiga bulan sekali, KPA selalu mengumpulkan para mucikari dan PSK. Selain diberi sosialisasi, mereka juga diperiksa VCT secara berkala.

Baca Juga :  Ahmad Ferika Muslih Juara Favorit Duta Daerah

”Jadi kalau ada keluhan penyakit, mereka bisa langsung diobati. Ada juga yang langsung janjian sendiri. Tapi sejak tahun 2019, kegiatan itu berhenti. Kita tidak bisa merawat lagi. Tidak ada anggaran untuk transpor dan kegiatan mengumpulkan jaringan prostitusi,” jelas Erna.

Terkait pengawasan, ibu tiga anak itu menilai para pelaku prostitusi di Banyuwangi sangat berisiko, terutama terkait penularan virus HIV/AIDS. Dulu jika ada yang terkena penyakit, KPA bisa menghubungi mami atau mucikari untuk memanggil anak buahnya yang sedang terserang penyakit. ”Dulu mami kita jadikan outlet kondom. Jadi kita punya formulasi untuk menghitung berapa tamu mereka dalam waktu tertentu, kita berikan sesuai jumlahnya. Kalau kurang berarti maminya kurang mengawasi,” pungkasnya. (fre/aif/c1)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/