Prioritas Pendidikan daripada Standar Kecantikan

Oleh: Nur Intan Kusuma Dewi*

ISTILAH beauty privilege mungkin tidak asing lagi. Mungkin hampir semua perempuan ingin memiliki sandang sebagai beauty privilege. Beauty privilege merupakan sesuatu yang berkaitan dengan sebuah kecantikan paras dan keberuntungan. Masih banyak orang yang merasa insecure dengan fisik, padahal ada hal lain yang lebih penting dibandingkan fisik, yakni pendidikan. Lalu, apa hubungan beauty privilege dengan pendidikan?

Beauty privilege adalah keuntungan yang dimiliki seseorang karena memiliki fisik yang menarik berdasar standar kecantikan yang disepakati kebanyakan orang. Sedangkan pendidikan merupakan suatu yang harus ditempuh setinggi-tingginya, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang untuk diturunkan ke generasi selanjutnya.

Beberapa orang tidak asing dengan kalimat, “jika kamu cantik, kamu akan mudah mendapatkan segalanya”. Kalimat tersebut tidak bisa disalahkan, an juga tidak bisa dibenarkan.  Karena memang benar, ada beberapa hal yang bisa didapatkan dengan mudah apabila kita berparas rupawan. Namun, hal itu juga tidak bisa dibenarkan, karena memiliki beauty privilege tidak selamanya menyenangkan. Ada sisi gelap yang dapat membahayakan, apabila yang bersangkutan tidak memiliki keyakinan kuat.

Apa pun yang dimiliki seseorang memiliki sisi positif dan negatif. Hal positif dirasakan mereka yang menyandang istilah tersebut. Selain itu, dengan stigma-stigma lain yang terus bermunculan, bahwa mengandalkan tampang saja tidak cukup. Maka mereka akan termotivasi untuk mengasah soft skill, hard skill, serta etika. Sehingga akan terbentuk jiwa manusia yang berkualitas, baik penampilan luar, berintegritas, dan etika yang baik.

Namun, ada juga hal negatif yakni berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Dengan stigma tersebut, sangat merugikan orang yang berpenampilan biasa. Padahal, belum tentu mereka tidak memiliki bakat dan pemikiran cemerlang, walaupun fisiknya kurang memenuhi standar kecantikan di mata masyarakat.

Baca Juga :  Harap-Harap Gemas Gebrakan Gus Makki Memberdayakan Warga

Dengan beauty privilege, masyarakat tidak sadar telah menyelewengkan HAM untuk mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, maupun pelayanan publik. Hal itu juga sangat tidak sesuai dengan sila ke-5 Pancasila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Adanya beberapa stigma tersebut, masih banyak perempuan yang mengejar beauty privilege, hingga terkadang melupakan pendidikan. Mungkin mereka berpikir, jika kita cantik, kita dihargai.

Padahal itu bisa jadi bumerang. Tidak selamanya orang yang memiliki paras menawan akan selalu dihargai. Percuma cantik tetapi tidak bisa menghargai orang lain. Pendidikan bukan hanya tentang deretan abjad dan angka di kertas. Melainkan juga karakter yang ingin dibangun, sifat dan sikap yang ingin dibentuk.

Selain itu, kecantikan tidak bisa menjamin masa depan. Masa depan memang sudah ditentukan Yang Mahakuasa, namun apabila kita tidak berusaha, bukankah itu juga percuma? Salah satu faktor penunjang masa yaitu pendidikan.

Pendidikan penting, terutama untuk kaum wanita. Bahkan R.A. Kartini sangat menjunjung tinggi pendidikan sebagai emansipasi. Karena dahulu banyak wanita yang berpendidikan rendah. Sebuah mindset seorang perempuan yakni, untuk apa menempuh pendidikan tinggi-tinggi, padahal akhirnya juga akan menjadi ibu rumah tangga.

Mindset tersebut bisa dibilang kebenarannya, namun sebagai ibu tangga kita memiliki seorang anak yang membutuhkan sebuah pendidikan untuk masa depannya. Ibu yang akan menjadi guru pertama sang anak. Begitu juga apabila kita berpendidikan tinggi, kita juga tidak akan dipandang sebelah mata.

Baca Juga :  Menyekolahkan Hati Selama Ramadan

Hari ini tingkat pendidikan seseorang akan menentukan status sosial di masyarakat. Orang yang memiliki keahlian/ berpendidikan akan mendapat penghargaan lebih besar dibanding mereka yang tidak berpendidikan. Walaupun akses ke institusi pendidikan bisa jadi masih menjadi previledge, tapi sebetulnya saat ini ilmu pengetahuan bukan lagi sesuatu yang eksklusif. Dengan mudah orang bisa mempelajari ilmu pengetahuan dari berbagai sumber di internet.

Orang terdidik juga memiliki manfaat yang menguntungkan. Apalagi zaman sekarang teknologi semakin maju. Tidak mengherankan jika kita memiliki kompetensi dalam mencari kerja. Sebagian besar industri memerlukan tenaga terdidik.

Jika kita melamar kerja, syarat pertama yang harus dipenuhi adalah tingkat pendidikan. Lulusan SMA sudah jarang dibutuhkan di suatu perusahaan. Minimal perusahaan menuntut karyawannya telah menempuh D3. Sekalipun kita sudah memenuhi persyaratan, kita masih harus mengikuti seleksi.

Memang zaman sekarang susah mendapat kerja. Kalau kita tidak benar-benar berkompeten, jangan muluk-muluk punya mimpi indah. Jadi, wanita jangan hanya mengejar sebuah sandang beauty privilege. Melainkan juga harus memiliki pendidikan tinggi. Kemampuan pendidikan juga bisa mempengaruhi dan mengubah sesuatu di sekitar kita. Menjadi wanita berparas rupawan sangat mudah dihargai. Namun menjadi wanita berpendidikan tinggi, akan lebih dihargai. Jadilah seorang high value woman, melalui pendidikan setinggi-tingginya. (*)

*) Siswi MAN 2 Banyuwangi.