Memanifestasikan Gairah Menulis

Oleh: Moh. Aufal marom*

INGATKAH, kapan Anda pertama bisa menulis? Kapan pertama diajari menulis? Sudah berapa banyak tinta dan buku yang telah dihabiskan untuk menulis?

Memang tidak semua mahasiswa mempunyai jiwa menulis. Terkadang mahasiswa tidak sadar jika dirinya punya sebuah citra menulis. Anehnya, kalau mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia tidak suka menulis lalu suruh menulis, diletakkan sebuah kertas dan pena, pun pasti kebingungan. Karena tidak terbiasa menulis.

Mungkinkah kertas dan pena tersebut akan penuh dengan tulisan? Pasti tetap kosong. Dalam sebuah pendidikan, menulis adalah suatu kegiatan menggerakkan ukiran pena dalam kertas untuk menciptakan suatu catatan, ungkapan, curhatan, pembelajaran, atau informasi, pada suatu media dan kepada khalayak yang menjumpai tulisan tersebut dengan menggunakan aksara. Menulis biasa dilakukan pada media berbentuk kertas dengan menggunakan pena atau pensil.

Sejahat apa sampai mahasiswa Bahasa Indonesia takut dengan keinginan menulis? Sekejam apa, sampai mahasiswa Bahasa Indonesia sembunyi dengan keinginan menulis? Sejijik apa, mahasiswa Bahasa Indonesia membuang keinginan menulis? Setajam apa, pena sampai tidak dipegang untuk menulis?

Kasihan nasib pabrik pena, pabrik kertas. Sudah sekian lama, sekian banyak, mereka distribusikan untuk kepentingan pendidikan. Di mana para mahasiswa Bahasa Indonesia yang ganteng dan cantik? Tunjukkan pesonamu. Apakah Anda tidak mau mencoba nikmatnya menulis? Padahal, dosen sudah mentransfer ilmunya. Lalu apa apresiasi untuk menjaga ilmu, kalau bukan satu solusinya, menulis. Ikat ilmu dari dosen, lantas menunggu apa lagi? Segera gunakan pena dan kertas, kemudian mulailah menulis.

Lembaga pendidikan kampus negeri dan kampus swasta, tidak tabu lagi dengan menulis. Sudah menjadi kewajiban untuk semua mahasiswa, agar mengantongi ilmunya dengan menulis. Walaupun terkadang juga ada unsur paksaan dari dosen untuk mengingatkan mahasiswanya.

Baca Juga :  Utopia Kampus dan Warung Kopi

Tetapi alangkah baiknya kita sadar. Bahwa ilmu seperti halnya hewan liar, akan mudah hilang kalau tidak kita ikat. Sampai ada sebuah sayembara dari seorang dosen untuk menarik jiwa menulis mahasiswanya. Dosen tersebut mengatakan, ” Barang siapa nanti kalau ada mahasiswa yang gemar menulis, maka nilai UAS akan saya beri A.”

Sampai segitunya. Alhamdulillah, atas sebuah keyakinan dan kegigihan dosen tersebut mendampingi, serta mengarahkan  mahasiswa, berbuah hasil manis di mulut untuk dikabarkan. Dan sedikit demi sedikit muncul sebuah tunas penulis yang akan tumbuh besar di hari esok. Tidak disangka bisa mengelap derasnya keringat atas jerih payahnya.

Ada kebiasaan mahasiswa yang perlu dicoba terkait menulis. Yakni ketika saat marah, ambil buku dan pena, lalu luapkan semua amarah itu dalam tulisan. Sudah apa saja yang ada di permasalahan, tuangkan dalam kertas kosong tersebut.

Tetapi kasihan pena dan kertasnya tidak tahu apa-apa dapat marahnya. Tidak usah khawatir, ketas dan pena pasti menerima dengan baik. Terus apa yang kita dapat dari situ? Setidaknya kita sudah menyembunyikan ekspresi marah kita dari orang atau objek yang bikin marah. Sungguh hina bukan, kalau sampai sebut orang pemarah. Coba baca ulang tulisan marah yang sudah Anda tulis tadi, pasti tersenyum karena usai membaca uraian tersebut. Karena layaknya kita memarahi diri sendiri, kita akan merasa malu dan sakit hati dengan sebuah tulisan berisi marah tersebut. Itulah penyakit yang sering menghinggapi mahasiswa, buang amarah sebelum Anda wisuda.

Banyak kalangan mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia yang tidak produktif menulis. Entah saat jam perkuliahan maupun di luar jam kuliah. Tetapi bingung dari mana mau memulai menulis. Terkadang karena ada hal yang bikin kita tidak nyaman untuk meluangkan untuk menulis, seperti halnya kesibukan harian. Apalagi kalangan mahasiswa pesantren. Tapi siapa lagi kalau bukan kalangan muda yang menciptakan inspirasi.

Baca Juga :  Merengkuh Kembali Ragam Jawa Krama dalam Komunikasi

Dari menulis, kita bisa bicara dengan masyarakat, pejabat, artis, hingga presiden. Dengan cara apa? Yakni melalui tulisan, pokoknya tulisan yang kita buat menarik, membangun, terdapat solusi dan bermanfaat. Dari sebuah tulisan kita lebih sopan untuk mengomentari, menyinggung, menanggapi topik yang ada yang ada.

Sebenarnya menulis itu hal yang ringan. Asalkan kita bisa mencoba dari menulis hal yang ringan, antaranya quotes, diary, atau yang lainnya. Dari situ, kita bisa membiasakan untuk menciptakan jati diri kita untuk action menulis.

Tanah kelahiran kita lagi terusik mencari seorang penulis. Ayo generasi muda, Anda yang punyai bakat terpendam segera gali ulang bakat tersebut. Sebelum binasa hancur terurai tanah dan menjadi santapan cacing. Mungkin imbas kita menampakkan bakat menulis yang pernah kita bisa, siapa tahu Anda bisa menjadi umpan untuk membangkitkan gairah penulis-penulis lainnya di tanah kelahiran kita.

Alhasil, Anda bisa menyumbangkan sebuah ide, inovasi, inspirasi, sampai menjadi sebuah prestasi untuk memajukan tanah kelahiran. Alangkah bangganya orang tua Anda, ketika melihat putra dan putrinya mendapat apresiasi. Segera mulai dan selesaikan karya tulisan Anda, hingga orang tuamu bisa membaca karya yang sudah Anda ciptakan. Semoga berhasil. Jangan lupa ikhtiar berdoa, minta restu orang tua dan guru. (*)

*) Mahasiswa Pendidikan Tadris Bahasa Indonesia IAIDA Blokagung, Banyuwangi.