STUDENT Centered Learning (SCL) dan Teaching at the Right Level (TaRL) merupakan dua hal yang menurut penulis adalah sangat menarik untuk menjadi bahan diskusi dan refleksi. Ini dalam kerangka berpikir demi kemajuan pendidikan di Indonesia. Keduanya memiliki keterkaitan yang dapat mejadi spirit bagi insan pendidik, untuk dapat menciptakan pembelajaran yang fundamental/ esensial yang merujuk pada kecakapan abad ke-21, dan sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Student centered learning atau pembelajaran berpusat pada siswa merupakan suatu pendekatan atau ciri pembelajaran yang lebih familier dilakukan oleh guru pada pelaksanaan pembelajaran dengan Kurikulum 2013. Penggunaan pendekatan ini, sebagai salah satu realisasi penyempurnaan pola pikir dalam melaksanakan kurikulum tersebut sebagaimana diamanatkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013, tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA / Madrasah Aliyah, yang menyatakan bahwa pola pembelajaran berbasis kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik.
Keseriusan pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, dapat kita lihat dari pengembangan layanan pendidikan seperti pelaksanaan SKS di tingkat SMA, sebagai bentuk layanan pembelajaran berorientasi pada karakteristik dan kebutuhan belajar siswa.
Situasi pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia, telah berdampak berbagai sektor kehidupan. Dalam sektor pendidikan Indonesia, pandemi telah menimbulkan kondisi learning loss atau ketertinggalan pembelajaran. Untuk memitigasi kondisi ini, diperlukan efektivitas kurikulum untuk pemulihan pembelajaran (“Latar Belakang Kurikulum Merdeka”,n,d).
Mengutip pernyataan Suharti, sebagaimana tercantum dalam web Kemdikbud (2022), bahwa salah satu upaya pemerintah dalam pemulihan pembelajaran adalah menyiapkan Kurikulum Merdeka.
Mengutip dari laman kominfo.jatimprov.go.id (2022) bahwa 76% dari 4.044 lembaga yang meliputi SLB, SMA/SMK negeri dan swasta sudah melaksanakan Kurikulum Merdeka.
Salah satu karakteristik utama dari kurikulum ini yang mendukung pemulihan pembelajaran adalah fleksibilitas bagi guru, untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal (Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, 2022).
Pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kemampuan peserta didik dikenal dengan Teaching at the Right Level atau TaRL (Yogi dkk, 2022:37). Hal ini merupakan pembelajaran dengan paradigma baru yaitu pembelajaran yang berorientasi pada penguatan kompetensi dan karakter yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila dan pembelajaran yang berdiferensiasi (Marlati dkk., 2021:49-51).
Adakah keterkaitan antara SCL dan TaR? Dari uraian di atas terlihat bahwa SCL menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran agar dapat meningkatkan daya kritis dan penguasaan ilmu yang disampaikan, dan mengenali gaya belajar yang sesuai. Sedangkan TaRL menempatkan siswa sebagai insan pembelajar yang perlu dipahami kebutuhan belajarnya. Dengan kata lain, antara SCL dan TaRL terdapat benang merah yaitu sebagai pendekatan yang berorientasi pada siswa.
Dari perspektif atau sudut pandang penulis, pengalaman empiris yang diperoleh pendidik ketika melaksanakan dan memfasilitasi kegiatan pembelajaran dengan pendekatan Student Centered Learning, merupakan salah satu aset yang berharga dalam pengembangan pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Karena guru telah terbiasa menempatkan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran. Caranya dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengemukakan ide, kreativitas, berinteraksi dengan lingkungan. Ini demi memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang baru.
Dengan kata lain, guru telah memiliki wawasan tentang pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Hal ini merupakan bekal “readiness” atau kesiapan guru. Namun, kesiapan ini tetap perlu ditingkatkan, agar pelaksanaan TaRL dapat tercipta iklim pembelajaran yang menerima dan menghargai perbedaan siswa yang merupakan salah satu semangat Kurikulum Merdeka.
Menurut Heneyman dan Loxley (1983), mutu pendidikan salah satunya dipengaruhi oleh mutu guru. Sehingga dengan perspektif yang sama, kita akan tetap berupaya agar dapat melaksanakan TaRL sebagai bagian amanat Kurikulum Merdeka.
Lalu, bagaimana pendidik meningkatkan kesiapannya. Di antaranya dengan memahami prinsip-prinsip yang berhubungan dengan pembelajaran berdiferensiasi sebagaimana mengutip pendapat Tomlinson et al (2015) sebagai berikut:
“ Quality teaching calls on teachers to understand and plan wisely for five key classroom elements: learning environment, curriculum, assessment, instruction, and classroom leadership/management. It also calls on teachers to understand the interdependence of those elements in supporting success for each student. Weakness in any of these elements diminishes the effectiveness of all of the others”.
Dari uraian tersebut, terlihat sebenarnya tidak ada pertentangan antara SCL dengan TaRL. Karena keduanya menempatkan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran. Dan yang penting bagi guru untuk memahami semua prinsip dan konsep pembelajaran berdiferensiasi. Karena akan dapat membantu guru dalam melakukan perencanaan program pembelajaran yang sungguh-sungguh memfasilitasi keragaman peserta didik. Selamat berjuang untuk kemajuan pendidikan Indonesia. (*)
*) Waka Kurikulum SMA Negeri 1 Panarukan, Situbondo.