KURIKULUM merdeka merupakan upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan pembelajaran lebih baik. Karakteristik utama kurikulum merdeka yang mendukung pemulihan pembelajaran pasca pandemi covid-19, adalah pembelajaran berbasis proyek untuk mengembangkan softskill dan karakter siswa sesuai profil pelajar Pancasila.
Kurikulum merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler beragam, agar peserta didik memiliki cukup waktu mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.
Sebelumnya ada lima nilai karakter pada kurikulum 2013 yaitu religius, nasionalis, integritas, mandiri, gotong royong. Dalam kurikulum merdeka ini, berubah menjadi enam nilai karakter sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.
Profil Pelajar Pancasila merupakan perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dengan enam ciri: beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bernalar kritis, bergotong royong, mandiri, dan kreatif. Profil Pelajar Pancasila itu setara dengan 20-30 persen Jam Pembelajaran yang berupa Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), dengan tujuh tema selama SMA dan wajib diselesaikan hingga tuntas.
Tujuh tema P-5 yang wajib diselesaikan selama SMA adalah kearifan lokal, gaya hidup berkelanjutan, bhineka tunggal ika, bangunlah jiwa raganya, suara demokrasi, wirausaha, serta berekayasa dan berteknologi untuk NKRI. Siswa diwajibkan melaksanakan projek secara berkelompok di bawah bimbingan guru dan produk projek dapat berupa produk yang dipamerkan, dipentaskan, dipresentasikan, dijual sesuai dengan tema yang digarap.
Muara P-5 menegakkan empat pilar kebangsaan: Pancasila, UUD’45, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
Pendidikan secara umum cenderung masih memprioritaskan aspek pengetahuan pada aspek keterampilan, termasuk nilai karakter. Padahal pendidikan di sekolah harus menerapkan konsep pendidikan karakter dalam kepribadian siswa. Pendidikan yang tidak dapat membentuk siswa yang memiliki kecerdasan rasa dan budi pekerti akan membentuk anak menjadi tidak dewasa dan tidak tanggung jawab. Bila siswa hidup di masyarakat yang majemuk, akan kurang menyesuaikan dengan kondisi kemajemukan masyarakat dan kurang menghargai perbedaan.
Terdapat pemikiran menarik dari seorang Mantan Presiden Amerika Serikat Theodore Roosevelt, tentang pendidikan karakter. Ia mengatakan, “mendidik seseorang tanpa mendidik karakternya, adalah cara mendidik yang menyebabkan ancaman terhadap lingkungan masyarakat”. Artinya, seseorang yang cerdas dan memiliki intelegensi tinggi, namun tidak diimbangi dengan moral dan karakter yang rendah, justru akan menyebabkan ancaman bagi lingkungan sekitarnya.
Bagaimana dengan kurikulum merdeka? Dalam kurikulum merdeka terdapat penerapan penguatan karakter siswa. Proses penguatan karakter tersebut dilakukan melalui pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek sesuai pada penguatan profil pelajar Pancasila. Siswa didorong memiliki karakter baik. Semua pelajaran diharapkan dapat membentuk karakter siswa.
Output dari kurikulum ini, akan terbentuk SDM unggul dan berkarakter. Semua proses pembelajaran dilaksanakan secara menyenangkan, berdasar potensi yang dimiliki sesuai dengan karakteristik yang ada. Kita melakukan berbagai kegiatan dan tahap yang akhirnya terwujud siswa berkarakter.
Tugas guru membentuk karakter siswa bukanlah hal mudah dan cepat. Tetapi memerlukan usaha dan proses dan juga diimbangi pembiasaan. Tentu, dukungan semua pihak dibutuhkan. Termasuk komite maupun masyarakat. Sehingga konsep nilai karakter dapat terus diimplementasikan dalam setiap kegiatan belajar.
Demikian juga bagi guru, tidak sekadar memerintah siswa. Namun juga harus bisa menjadi teladan dan melakukan tindakan nyata yang bisa dipahami siswa di sekolah. Guru harus “digugu lan ditiru”, teladan bagi anak didiknya. Jadi, sebaiknya guru menyiapkan pembelajaran dengan penerapan nilai-nilai karakter dalam mapel yang diampu.
Menurut Lickona, ada sebelas prinsip dasar pendidikan karakter yang efektif yaitu: 1) Pendidikan karakter mempromosikan nilai-nilai etika inti sebagai dasar karakter yang baik seperti merawat, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, dan menghormati diri sendiri dan orang lain. 2) Karakter harus didefinisikan secara komprehensif untuk mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku yang efektif, luas mencakup aspek kognitif, emosional, dan perilaku hidup moral. 3) Pendidikan karakter yang efektif memerlukan pendekatan yang disengaja, proaktif, dan komprehensif yang mempromosikan nilai-nilai inti dalam semua fase kehidupan sekolah. 4) Sekolah harus menjadi komunitas yang peduli dalam mewujudkan karakter yang baik melalui internalisasi nilai-nilai moral. 5) Untuk mengembangkan karakter, siswa membutuhkan kesempatan untuk tindakan moral dalam domain etis intelektual. Siswa adalah pembelajar yang konstruktif. Mereka belajar paling baik dengan melakukan. 6) Pendidikan karakter yang efektif termasuk kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghargai semua pelajar dan membantu mereka berhasil. 7) Pendidikan Karakter harus berusaha untuk mengembangkan motivasi instrinsik siswa. Kepentingan subjek, keinginan untuk bekerja sama dengan siswa lain, dan pemenuhan menerima perbedaan secara positif dalam kehidupan orang lain atau di sekolah atau masyarakat. 8) Staf sekolah harus menjadi pembelajaran dan komunitas moral, di mana semua berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan berusaha untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama, yang membimbing pendidikan siswa keinginan untuk mengembangkan komunitas sekolah yang peduli. 9) Pendidikan karakter memerlukan kepemimpinan moral dari kedua staf dan mahasiswa. 10) Sekolah, orang tua, dan masyarakat sebagai mitra penuh dalam pembangunan karakter. 11) Evaluasi pendidikan karakter harus menilai karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana siswa mewujudkan karakter yang baik.
Karena itu, penting diterapkannya pendidikan karakter dalam kurikulum merdeka. Perubahan yang perlu kita upayakan bersama. Bukan perubahan kurikulumnya, tapi lebih ke perubahan pola pikir para pengampu dunia pendidikan.
Perubahan yang dimaksud adalah pentingnya membangun budaya belajar yang benar-benar berpihak kepada peserta didik. Memberi ruang kepada siswa untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan kodratnya sebagai manusia yang berpikir dan berkarakter. Selain itu, siswa memiliki kecerdasan sosial sehingga saling berkolaborasi. Sesuai dengan harapan dari implementasi kurikulum merdeka, sehingga secara nasional memberikan ruang seluas-luasnya kepada satuan pendidikan untuk mengelolanya secara profesional dan proporsional.
Dalam mewujudkan manusia Indonesia berbudi pekerti luhur, berakhlak mulia, menghargai kebhinnekaan, bergotong royong, kreatif, demokrastis, mandiri dan bertanggung jawab, terutama dalam proses belajar pada kurikulum baru. Yaitu Kurikulum Merdeka. (*)
*) Guru MAN 2 Banyuwangi.