27.2 C
Banyuwangi
Friday, June 2, 2023

Oleh: GARETA YOGA EKA WARDANI*

Arti Sukses Harus Sesuai Cita-Cita?

MASIH menjadi pertanyaan di kepala saya. Arti dari sukses yang sebenarnya itu seperti apa? Apakah ada indikator atau alat ukur apa yang dapat menunjukkan kesuksesan dari seseorang?

Jika patokan dari kesuksesan adalah jabatan, setinggi apa posisi yang harus ditempati sehingga kita dapat dikatakan sukses. Apabila materi menjadi tolok ukur kesuksesan seseorang, sebanyak apa uang atau pun aset yang dimiliki hingga orang tersebut dibilang sukses.

Atau kesuksesan itu diukur dari popularitas? Lalu seberapa luas kita harus dikenal masyarakat atau bahkan orang di dunia, sehingga kita dikatakan sukses.

Apakah kekuasaan menjadi ukuran kesuksesan? Harus seluas dan sekuat apa kuasa yang dimiliki, hingga kita dapat dikenal sebagai orang yang sukses.

Cukup pelik dan memusingkan kepala jika harus mengartikan kesuksesan. Sedangkan dulu waktu saya masih duduk di bangku SD, arti sukses menurut saya adalah mereka yang dapat menggapai cita-cita mereka. Sedangkan ada beberapa “jenis” cita-cita yang umum didambakan anak-anak. Sebut saja dokter, polisi, tentara, pilot, guru, atau ada lagi yang belum saya sebutkan? Dari beberapa jenis cita-cita itu, ada impian saya. Ya, sejak kecil saya sangat mendambakan menjadi seorang guru.

Kalau ditanya apa memang dari dulu ingin jadi guru, jawaban saya “oh tentu tidak”. Faktanya, saya tidak berbeda jauh dengan anak pada umumnya yang masih labil dan mudah berubah-ubah keinginannya. Saya juga demikian, pernah berpikir untuk menjadi dokter. Lalu berubah ingin menjadi guru, dan Alhamdulillah impian itu yang paling betah ada di otak saya sampai saat ini.

Baca Juga :  Suplemen Iman di Tengah Pandemi

Bahkan saya semangat sekali untuk belajar, les, dan membaca. Pandangan saya waktu itu untuk menjadi seorang guru haruslah pintar. Jadi komitmen saya untuk menjadi guru berlanjut hingga di masa perkuliahan memutuskan mengambil jurusan Pendidikan IPA.

Tapi siapa sangka, saya yang menggebu-gebu ingin menjadi guru selepas meraih gelar Sarjana Pendidikan (SPd) malah berbelok 180 derajat ke profesi lain. Pekerjaan pertama saya setelah lulus kuliah bukanlah guru honorer di instansi sekolah. Melainkan menjadi “pemburu berita” atau jurnalis di Jawa Pos Radar Banyuwangi.

Bahkan, ketika mengobrol ringan dengan para narasumber. Pertanyaan yang sering muncul adalah “dulu kuliah jurnalistik?”, ketika dijawab tidak dan bilang dari sarjana pendidikan. Pertanyaan berikutnya pun dilontarkan si narasumber, “Kenapa kok tidak jadi guru?” Dalam hati ingin menjawab “Ya saya maunya juga jadi guru, tapi kalau belum ada sekolah yang menerima saya, apa harus diam diri di rumah?”

Ya, jawaban itu yang ingin saya ucapkan. Tapi pada akhirnya saya timpali dengan senyum dan menjawab “Alhamdulillah Bu”. Sebenarnya jawaban dengan pertanyaan tidak nyambung. Namun, setidaknya dengan jawaban itu dapat memutus pertanyaan terkait gelar dan cita-cita saya.

Sejak saat itu, saya bertanya dengan diri saya sendiri. Apa saya sekarang bisa dikatakan sukses atau tidak? Saya memimpikan menjadi guru, tapi kenyataannya sekarang saya menggeluti dunia pekerjaan yang lain.

Baca Juga :  Pendidikan Karakter dalam Kurikulum Merdeka

Setelah memikirkan itu semua, dan melihat berbagai kondisi di lapangan ketika bekerja sebagai jurnalis. Ada kesimpulan yang muncul di pikiran saya. Arti kesuksesan menurut saya secara gampangnya adalah dapat makan dan memenuhi kebutuhan diri sendiri atau keluarga, dengan penghasilan yang didapat.

Meski jumlah penghasilan yang didapat tidak bisa dibandingkan mereka yang mengukur kesuksesan dengan materi. Saya cukup bersyukur, dengan kondisi saat ini. Setidaknya, pikiran saya ini sejalan dengan ucapan dari Bob Sadino. “Kalau saya mengharapkan besok bisa makan, dan besok saya bisa makan, saya sudah sukses”. Begitu simpel bukan?

Meski saat ini saya bukan guru secara resmi yang bekerja di instansi pendidikan. Tapi setidaknya, saya menjadi guru bagi anak-anak di lingkungan rumah yang memiliki semangat untuk belajar. Dan yang paling penting, pikiran bahwa tidak sukses karena belum dapat menggapai cita-cita sudah terpatahkan.

Makna sukses sendiri relatif dan berbeda-beda bagi setiap orang. Sehingga jangan pernah terpuruk hanya karena pekerjaan kita saat ini tidak sesuai dengan cita-cita yang telah diimpikan sejak kecil. Tetap semangat dan yang perlu diingat, pekerjaan yang kini sedang dijalani harus dilakukan semaksimal mungkin. (*)

 

*) Jurnalis Jawa Pos Radar Banyuwangi.

MASIH menjadi pertanyaan di kepala saya. Arti dari sukses yang sebenarnya itu seperti apa? Apakah ada indikator atau alat ukur apa yang dapat menunjukkan kesuksesan dari seseorang?

Jika patokan dari kesuksesan adalah jabatan, setinggi apa posisi yang harus ditempati sehingga kita dapat dikatakan sukses. Apabila materi menjadi tolok ukur kesuksesan seseorang, sebanyak apa uang atau pun aset yang dimiliki hingga orang tersebut dibilang sukses.

Atau kesuksesan itu diukur dari popularitas? Lalu seberapa luas kita harus dikenal masyarakat atau bahkan orang di dunia, sehingga kita dikatakan sukses.

Apakah kekuasaan menjadi ukuran kesuksesan? Harus seluas dan sekuat apa kuasa yang dimiliki, hingga kita dapat dikenal sebagai orang yang sukses.

Cukup pelik dan memusingkan kepala jika harus mengartikan kesuksesan. Sedangkan dulu waktu saya masih duduk di bangku SD, arti sukses menurut saya adalah mereka yang dapat menggapai cita-cita mereka. Sedangkan ada beberapa “jenis” cita-cita yang umum didambakan anak-anak. Sebut saja dokter, polisi, tentara, pilot, guru, atau ada lagi yang belum saya sebutkan? Dari beberapa jenis cita-cita itu, ada impian saya. Ya, sejak kecil saya sangat mendambakan menjadi seorang guru.

Kalau ditanya apa memang dari dulu ingin jadi guru, jawaban saya “oh tentu tidak”. Faktanya, saya tidak berbeda jauh dengan anak pada umumnya yang masih labil dan mudah berubah-ubah keinginannya. Saya juga demikian, pernah berpikir untuk menjadi dokter. Lalu berubah ingin menjadi guru, dan Alhamdulillah impian itu yang paling betah ada di otak saya sampai saat ini.

Baca Juga :  Mengapa Mahasiswa Harus Ber-Opini?

Bahkan saya semangat sekali untuk belajar, les, dan membaca. Pandangan saya waktu itu untuk menjadi seorang guru haruslah pintar. Jadi komitmen saya untuk menjadi guru berlanjut hingga di masa perkuliahan memutuskan mengambil jurusan Pendidikan IPA.

Tapi siapa sangka, saya yang menggebu-gebu ingin menjadi guru selepas meraih gelar Sarjana Pendidikan (SPd) malah berbelok 180 derajat ke profesi lain. Pekerjaan pertama saya setelah lulus kuliah bukanlah guru honorer di instansi sekolah. Melainkan menjadi “pemburu berita” atau jurnalis di Jawa Pos Radar Banyuwangi.

Bahkan, ketika mengobrol ringan dengan para narasumber. Pertanyaan yang sering muncul adalah “dulu kuliah jurnalistik?”, ketika dijawab tidak dan bilang dari sarjana pendidikan. Pertanyaan berikutnya pun dilontarkan si narasumber, “Kenapa kok tidak jadi guru?” Dalam hati ingin menjawab “Ya saya maunya juga jadi guru, tapi kalau belum ada sekolah yang menerima saya, apa harus diam diri di rumah?”

Ya, jawaban itu yang ingin saya ucapkan. Tapi pada akhirnya saya timpali dengan senyum dan menjawab “Alhamdulillah Bu”. Sebenarnya jawaban dengan pertanyaan tidak nyambung. Namun, setidaknya dengan jawaban itu dapat memutus pertanyaan terkait gelar dan cita-cita saya.

Sejak saat itu, saya bertanya dengan diri saya sendiri. Apa saya sekarang bisa dikatakan sukses atau tidak? Saya memimpikan menjadi guru, tapi kenyataannya sekarang saya menggeluti dunia pekerjaan yang lain.

Baca Juga :  Sumpah Pemuda, Prasasti Lahirnya NKRI

Setelah memikirkan itu semua, dan melihat berbagai kondisi di lapangan ketika bekerja sebagai jurnalis. Ada kesimpulan yang muncul di pikiran saya. Arti kesuksesan menurut saya secara gampangnya adalah dapat makan dan memenuhi kebutuhan diri sendiri atau keluarga, dengan penghasilan yang didapat.

Meski jumlah penghasilan yang didapat tidak bisa dibandingkan mereka yang mengukur kesuksesan dengan materi. Saya cukup bersyukur, dengan kondisi saat ini. Setidaknya, pikiran saya ini sejalan dengan ucapan dari Bob Sadino. “Kalau saya mengharapkan besok bisa makan, dan besok saya bisa makan, saya sudah sukses”. Begitu simpel bukan?

Meski saat ini saya bukan guru secara resmi yang bekerja di instansi pendidikan. Tapi setidaknya, saya menjadi guru bagi anak-anak di lingkungan rumah yang memiliki semangat untuk belajar. Dan yang paling penting, pikiran bahwa tidak sukses karena belum dapat menggapai cita-cita sudah terpatahkan.

Makna sukses sendiri relatif dan berbeda-beda bagi setiap orang. Sehingga jangan pernah terpuruk hanya karena pekerjaan kita saat ini tidak sesuai dengan cita-cita yang telah diimpikan sejak kecil. Tetap semangat dan yang perlu diingat, pekerjaan yang kini sedang dijalani harus dilakukan semaksimal mungkin. (*)

 

*) Jurnalis Jawa Pos Radar Banyuwangi.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/