23.7 C
Banyuwangi
Tuesday, March 28, 2023

Oleh: MUHAMMAD REIHAN RAFSANZANI*

Infrastruktur Jalan Pengaruhi Minat Pelajar Naik Motor?

BERKENDARA bagi seorang siswa, tidak dapat terhindarkan saat sekolah. Apalagi yang tinggal jauh dari sekolah. Naik motor dipilih dari pada naik transportasi umum atau diantar ortu. Padahal, mayoritas belum cukup umur untuk mendapat Surat Izin Mengemudi (SIM).

Mungkin mereka mengatakan, ortu tidak dapat mengantarnya sekolah. Atau gengsi diantar karena dianggap masih SD. Sebenarnya pendapat tersebut tidak salah, tapi juga tidak benar. Menurut saya, lebih baik menikmati masa berangkat sekolah bersama ortu, karena tidak selamanya ortu ada. Untuk apa naik motor bagus, kalau yang beli ortu. Jadi apa yang dibanggakan?

Mungkin ada faktor lain, pelajar naik motor meningkat. Salah satunya faktor infrastruktur dan sarana yang tidak mendukung. Yang saya alami dulu, saya sering jalan kaki ke sekolah, tetapi trotoar pecah, tidak rata, dan kendaraan parkir sembarangan. Ini membuat saya tidak berminat berjalan kaki. Selain itu, tidak ada bus sekolah, membuat siswa memilih naik motor.

Terkadang saya ingin naik motor seperti teman-teman, agar ortu tidak perlu repot mengantar. Apalagi rumah saya jauh dari sekolah. Tetapi Tuhan berkehendak sebaliknya, itu pasti yang terbaik untuk saya.

Bulan lalu, teman saya meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Ini membuat seluruh warga madrasah berduka. Ini berkaitan dengan kurangnya sarana prasarana, sehingga ia memilih naik motor berangkat sekolah. Peristiwa duka ini tidak boleh terulang kembali.

Baca Juga :  Guruku, Pahlawanku

Siswa yang tidak diperbolehkan membawa motor ke sekolah, akan menaiki sepeda pancal. Tetapi infrastruktur kurang bagi sepeda, rawan tertabrak kendaraan lain. Sebagai gambaran, Jepang adalah negara yang tidak terdapat siswa naik motor ketika pergi ke sekolah. Karena infrastruktur dan sarana siswa berangkat sekolah sangat banyak. Sehingga mereka dapat memilih sarana yang digunakan. Masyarakat pemilik kendaraan diwajibkan mempunyai garasi sendiri. Sehingga tidak ada mobil parkir sembarangan.

Pesepeda di Jepang menggunakan trotoar sebagai jalurnya. Saat menyeberang menggunakan zebra cross. Menurut saya, ini dapat diterapkan di kota ini. Sehingga siswa berminat berjalan kaki menuju ke sekolah. Sehingga mengurangi angka kecelakaan.

Penambahan infrastruktur tersebut pasti akan mengeluarkan dana besar. Sebenarnya pemerintah tidak harus melakukannya, jika tidak menambah infrstruktur dan sarana tersebut, setidaknya pemerintah lebih banyak edukasi ke sekolah untuk mengurangi pengendara motor di bawah umur.

Tetapi, apakah pemerintah yakin dengan memperbanyak edukasi, akan efektif mengurangi minat siswa untuk mengendarai motor? Sebagai siswa, saya berpendapat bahwa edukasi tidak dapat mengurangi minat siswa naik motor. Karena penyebab masalah ini bukan kurangnya edukasi, melainkan kondisi siswa itu sendiri. Saya tidak mau lagi ada ortu kehilangan buah hatinya, karena kecelakaan lalu lintas naik motor saat berangkat menuntut ilmu.

Baca Juga :  Meneladani Perjuangan Kiai Fawaid As’ad

Kita sebagai pelajar berharap, pemerintah ke depannya membuat peraturan dan infrastruktur, serta sarana prasarana yang dapat digunakan sebagai upaya mengurangi minat siswa naik motor secara signifikan. Sehingga para pelajar merasa aman dan nyaman dalam menuntut ilmu ke sekolah.

Sekolah juga harus membuat peraturan mengenai penggunaan motor. Ini untuk menekan minat muridnya menggunakan sepeda motor. Selain itu, apabila siswa sudah diberikan infrastruktur yang baik, akan tercipta karakter siswa mandiri dan disiplin. Kemudian, apabila para siswa berjalan kaki menuju sekolah, mereka akan lebih sehat.

Saat awal pandemi Covid-19, mereka telah banyak menghabiskan waktu di kamar. Belajar daring selama dua tahun. Juga kurang melakukan olahraga, akhirnya mereka menjadi pemalas. Pembelajaran kurang efektif dan prestasi cenderung menurun.

Saya berharap, tahun 2023 ini adalah tahun di mana para siswa bangkit dari keterpurukan. Mereka kembali menjadi pemuda yang produktif. Apalagi jika pemerintah dapat menambah minat siswa berjalan kaki dan mengurangi minat naik motor. Maka saya yakin, Kabupaten Banyuwangi adalah kabupaten dengan infrastruktur dan sarana pendidikan terbaik di Indonesia.

Semoga para pelajar dan pendidikan Indonesia ke depannya lebih maju. Dan para pelajar ini menjadi penerus dengan rasa nasionalis yang menggelegar, demi bangsa yang satu. (*)

 

*) Siswa MAN 1 Banyuwangi.

 

 

BERKENDARA bagi seorang siswa, tidak dapat terhindarkan saat sekolah. Apalagi yang tinggal jauh dari sekolah. Naik motor dipilih dari pada naik transportasi umum atau diantar ortu. Padahal, mayoritas belum cukup umur untuk mendapat Surat Izin Mengemudi (SIM).

Mungkin mereka mengatakan, ortu tidak dapat mengantarnya sekolah. Atau gengsi diantar karena dianggap masih SD. Sebenarnya pendapat tersebut tidak salah, tapi juga tidak benar. Menurut saya, lebih baik menikmati masa berangkat sekolah bersama ortu, karena tidak selamanya ortu ada. Untuk apa naik motor bagus, kalau yang beli ortu. Jadi apa yang dibanggakan?

Mungkin ada faktor lain, pelajar naik motor meningkat. Salah satunya faktor infrastruktur dan sarana yang tidak mendukung. Yang saya alami dulu, saya sering jalan kaki ke sekolah, tetapi trotoar pecah, tidak rata, dan kendaraan parkir sembarangan. Ini membuat saya tidak berminat berjalan kaki. Selain itu, tidak ada bus sekolah, membuat siswa memilih naik motor.

Terkadang saya ingin naik motor seperti teman-teman, agar ortu tidak perlu repot mengantar. Apalagi rumah saya jauh dari sekolah. Tetapi Tuhan berkehendak sebaliknya, itu pasti yang terbaik untuk saya.

Bulan lalu, teman saya meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Ini membuat seluruh warga madrasah berduka. Ini berkaitan dengan kurangnya sarana prasarana, sehingga ia memilih naik motor berangkat sekolah. Peristiwa duka ini tidak boleh terulang kembali.

Baca Juga :  Pentingnya Penyelarasan Pemahaman Otak dengan Perasaan Hati

Siswa yang tidak diperbolehkan membawa motor ke sekolah, akan menaiki sepeda pancal. Tetapi infrastruktur kurang bagi sepeda, rawan tertabrak kendaraan lain. Sebagai gambaran, Jepang adalah negara yang tidak terdapat siswa naik motor ketika pergi ke sekolah. Karena infrastruktur dan sarana siswa berangkat sekolah sangat banyak. Sehingga mereka dapat memilih sarana yang digunakan. Masyarakat pemilik kendaraan diwajibkan mempunyai garasi sendiri. Sehingga tidak ada mobil parkir sembarangan.

Pesepeda di Jepang menggunakan trotoar sebagai jalurnya. Saat menyeberang menggunakan zebra cross. Menurut saya, ini dapat diterapkan di kota ini. Sehingga siswa berminat berjalan kaki menuju ke sekolah. Sehingga mengurangi angka kecelakaan.

Penambahan infrastruktur tersebut pasti akan mengeluarkan dana besar. Sebenarnya pemerintah tidak harus melakukannya, jika tidak menambah infrstruktur dan sarana tersebut, setidaknya pemerintah lebih banyak edukasi ke sekolah untuk mengurangi pengendara motor di bawah umur.

Tetapi, apakah pemerintah yakin dengan memperbanyak edukasi, akan efektif mengurangi minat siswa untuk mengendarai motor? Sebagai siswa, saya berpendapat bahwa edukasi tidak dapat mengurangi minat siswa naik motor. Karena penyebab masalah ini bukan kurangnya edukasi, melainkan kondisi siswa itu sendiri. Saya tidak mau lagi ada ortu kehilangan buah hatinya, karena kecelakaan lalu lintas naik motor saat berangkat menuntut ilmu.

Baca Juga :  Kulit Jeruk, Salah Satu Solusi Atasi Limbah Industri

Kita sebagai pelajar berharap, pemerintah ke depannya membuat peraturan dan infrastruktur, serta sarana prasarana yang dapat digunakan sebagai upaya mengurangi minat siswa naik motor secara signifikan. Sehingga para pelajar merasa aman dan nyaman dalam menuntut ilmu ke sekolah.

Sekolah juga harus membuat peraturan mengenai penggunaan motor. Ini untuk menekan minat muridnya menggunakan sepeda motor. Selain itu, apabila siswa sudah diberikan infrastruktur yang baik, akan tercipta karakter siswa mandiri dan disiplin. Kemudian, apabila para siswa berjalan kaki menuju sekolah, mereka akan lebih sehat.

Saat awal pandemi Covid-19, mereka telah banyak menghabiskan waktu di kamar. Belajar daring selama dua tahun. Juga kurang melakukan olahraga, akhirnya mereka menjadi pemalas. Pembelajaran kurang efektif dan prestasi cenderung menurun.

Saya berharap, tahun 2023 ini adalah tahun di mana para siswa bangkit dari keterpurukan. Mereka kembali menjadi pemuda yang produktif. Apalagi jika pemerintah dapat menambah minat siswa berjalan kaki dan mengurangi minat naik motor. Maka saya yakin, Kabupaten Banyuwangi adalah kabupaten dengan infrastruktur dan sarana pendidikan terbaik di Indonesia.

Semoga para pelajar dan pendidikan Indonesia ke depannya lebih maju. Dan para pelajar ini menjadi penerus dengan rasa nasionalis yang menggelegar, demi bangsa yang satu. (*)

 

*) Siswa MAN 1 Banyuwangi.

 

 

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/