YANG ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Agenda Banyuwangi Festival (B-Fest) 2023 resmi diluncurkan. Pada Sabtu (4/2/23) kemarin. Di panggung belakang Taman Blambangan. Ditandai pelepasan lampion. Oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani Azwar Anas. Diikuti Sekda Mujiono bersama para kepala SKPD.
Kenapa penandanya berupa pelepasan balon menyala ke udara? Kok bukan menimpal kulit terbang. Atau menabuh bilah angklung. Atau memukul gong. Atawa menyalakan obor. Kan lampion bukan budaya asli Bumi Blambangan.
Entahlah. I don’t now. Ma a’rif!
Jujur, saya tidak tahu. Panitia jualah yang tahu alasannya. Pastinya, alasan itu sangat spesial. Bukan sekadar latah. Bisa jadi, alasannya, peluncuran kalender pariwisata Banyuwangi 2023 bertepatan dengan momentum perayaan Cap Go Meh.
Kalau dimintai pertimbangan, saya akan menyarankan, sebaiknya menggunakan perangkat budaya khas Banyuwangi saja. Kesannya lebih mengena. Sesuai jiwa Kota Gandrung. Yang kaya instrumentalia. Alasannya sederhana. Penanda peresmian agenda penting itu harus meninggalkan jejak memorabilia. Yakni, sesuatu atau peristiwa yang patut dikenang (KBBI). Sampai kapan pun.
Saya yakin, Pemkab Banyuwangi, c.q. panitia besar B-Fest, tidak main-main dalam menyusun kalender B-Fest. Mereka pasti juga sadar, alangkah eman-nya jika kerja keras itu tak diberi tanda yang terbaik. Gampangnya, kurang serius dalam menentukan penanda peluncurannya. Mungkin saja, mereka menganggap lampion sangat memorability.
Entahlah. Warna rambut orang boleh sama hitam. Tapi, tidak begitu dengan isi otak. Yang tentu saja berbeda. Antara satu sama yang lain. Namun, harus diingat, dalam perbedaan sesungguhnya ada persamaan—meski tak banyak. Yang bisa dipertemukan. Bisa dikompromikan. Dengan standar tertentu. Dengan rumus khusus. Bernama parameter. Dari paramater itulah akan tersaring. Seperti cetakan kue, ide baik akan masuk secara presisi. Rapi. Cantik. Sebaliknya, ide yang kurang baik akan njembret. Meluber. Melebihi bibir cetakan.
Jangan pula tanya ke saya: kenapa hanya ada 55 event dalam B-Fest 2023. Itu pertanyaan sia-sia. Karena saya sama sekali tidak terlibat (boleh juga Anda baca: tidak dilibatkan). Baik mulai saat pembahasan, apalagi ketika finalisasi. Jadi, sekali lagi maaf, saya tidak bisa memberi keterangan terkait soal itu.
Jawaban itu penting untuk diketahui. Terutama bagi mereka. Yang selama ini menganggap saya serba tahu. Tahu semua hal yang terkait dengan aktivitas di kota the Sunrise of Java. Satu-satunya hal yang saya tahu adalah, B-Fest sudah diresmikan pada 18 Desember 2022 lalu. Di sela-sela acara malam puncak peringatan Hari Jadi Banyuwangi (Harjaba) 2022.
Ternyata saya kecele. Itu bukan launching yang sesungguhnya. Hanya semacam pemberitahuan. Bahwa pada 2023 tetap akan ada B-Fest. Tapi, bisa juga diartikan, saat itu sebenarnya panitia belum yakin. Karena mereka belum selesai menyusun jadwal B-Fest 2023. Belum menuntaskan materi event apa saja yang akan ditampilkan. Bisa seperti suasananya, ketika itu. Bisa juga tidak. Ada alasan tertentu lainnya. Entahlah.
Sampai kejelasan itu datang Sabtu malam kemarin. Lewat pesan singat WA Kang Hasan Basri (Ketua DKB): ”Bengi iki B-Fest 2023 di–launcing.” Lengkap dengan gambar Bupati Ipuk sedang memberikan kata sambutan. Persis di depan candi di tengah panggung Taman Blambangan. Yang di kanan dan di kirinya membentang agenda berikut jadwal B-Fest 2023.
Lanjutan pesan WA Kang Hasan itu cukup menambah kerisauan. Yang sudah kami rasakan selama ini. ”Tanpa ada pembahasan dengan DKB,” tulisnya. Kang Hasan, Dewan Pengarah dan Pengurus Harian DKB selama ini sebenarnya menunggu-nunggu undangan dari panitia pusat B-Fest. Untuk membahas materi sekaligus menetapkan jadwalnya. Sayang, gayung itu tak bersambut. DKB tak pernah mendapat undangan itu. satu-satunya pelibatan DKB dalam B-Fest 2023 adalah diminta mengusulkan event yang akan dilaksanakan DKB. Itu saja!
Teman-teman DKB sebenarnya dalam posisi menunggu. Ingin membantu melakukan kurasi terhadap event-event B-Fest 2023. Karena, ketika ada event kurang layak tetap masuk dalam agenda B-Fest, DKB ikut kena getahnya. Para penonton dan pengamat yang kebetulan mengerti tentang kualitas sebuah pertunjukan akan ”protes” kepada pengurus DKB. Bukan kepada panitia.
Itu saja yang dijaga DKB. Merasa eman bila ada kualitas event B-Fest tidak sesuai dengan nama besarnya. DKB menginginkan semua event dalam B-Fest memenuhi standar event. Setidaknya standar umum. Yang tidak hanya menuntut kerapian materi pertunjukannya, tapi lebih dari itu. Juga menyajikan pertunjukan yang digarap dengan konsep matang. Terutama terkait filosofi konsepnya.
Bahwa setiap garapan event harus dilakukan secara serius. Bukan asal-asalan. Bukan juga menyuguhkan tampilan yang begitu-begitu saja. Tidak ada hal yang baru. Dari tahun ke tahun sami mawon. Kalaupun ada perubahan, hanya sebatas mengganti kostum dan sedikit gerakan. Yang pada dasarnya, bila diperhatikan dengan saksama, tidak tampak ada yang baru. Dari perubahan yang hanya sedikit itu.
Wa bakdu. B-Fest 2023 sudah diluncurkan. Tak ada guna lagi menyoalnya. Tapi tak apalah bila meninggalkan rekomendasi sedikit saja.Yakni, berhati-hatilah dalam menggunakan istilah. Masih saja ada menu B-Fest 2023 yang menggunakan istilah asing. Padahal, kalau serius mau mencarinya, istilah bahasa Oseng itu lebih keren. Kedua, jangan tinggalkan sejarah dan tanggalkan apa yang sudah menjadi bagian sejarah.
Yang terakhir ini merupakan ungkapan keresahan teman-teman perupa Banyuwangi. Dan, saya mengamininya seribu kali. Bahwa, pameran seni rupa Harjaba (Hari Jadi Banyuwangi) itu sudah ada sejak jauh sebelum ada B-Fest. Bahkan, selalu menjadi agenda penting dalam setiap kali peringatan Harjaba. Maka, tidaklah mengherankan kalau pameran seni rupa selalu masuk agenda B-Fest.
Tapi, di awal-awal sampai pertengahan penyelenggaraan B-Fest. Setelah limbung. Mulai ada gejala peminggiran. Dan, puncaknya dalam dua tahun terakhir (2022 dan 2023 ini). Pameran seni rupa Harjaba yang awalnya gagah berdiri sendiri dalam agenda B-Fest, kini benar-benar terpinggirkan. Apa alasannya? Entahlah!
*) Pekolom Banyuwangi