CAPAIAN pembangunan di Banyuwangi pada satu decade ini seperti memasuki masa keemasan. Sejumlah kemajuan di bidang pembangunan fasilitas umum, pemajuan kebudayaan, dan pariwisata, berlangsung bersama. Dengan gagasan yang dibawa, serta meneruskan ide besar bupati periode sebelumnya, Azwar Anas, berhasil membuktikan potensi hebat yang dimiliki Banyuwangi.
Kini, pembangunan itu bukan surut. Malah seperti terus berlanjut oleh bupati yang sedang menjabat, yakni Ibu Ipuk Fiestiandani. Terbukti, penanganan pandemi di Banyuwangi terbilang sukses.
Di tengah kondisi pandemi, sederet kabar baik tentang Kabupaten tercinta terus mengalir dan saya dengar setiap hari. Yang terbaru, Desa di Banyuwangi diberitakan masuk dalam Indeks Desa membangun (IDM). Pembangunan kegiatan ekonomi di RTH Maron, Desa Genteng Kulon, menjadi sesuatu yang layak dan bisa dicontoh desa lain.
Di sektor industri, kemajuan di Banyuwangi terus berjalan. Mulai dari pembangunan pabrik loko dan kereta api (INKA), kegiatan produksi pabrik gula, hingga industri swasta, seperti tambang emas yang memiliki nilai tinggi. Di sisi penegakan hukum, kepolisian di wilayah Banyuwangi juga naik kelas menjadi Polresta. Tentu ini menjadi kabar yang menarik, terlebih bagi saya, yang sedang menuntut ilmu kepolisian.
Capaian-capaian ini sudah seharusnya disadari oleh semua masyarakat. Baik pengambil kebijakan, maupun warganya. Untuk disiapkan agar terus menerus terjadi di kabupaten ini. Kesinambungan sumbernya, manusia yang andal perlu disiapkan sejak dini. Mulai dari penguatan di bidang skill dan kemampuan teknis. Yang tidak kalah penting, yaitu peningkatan SDM di sisi mentalitas, juga perlu dibangun. Sehingga bisa melahirkan manusia yang canggih dan tanggap pada kemajuan sekaligus bertanggung jawab terhadap aturan.
Untuk menuju pada gol tersebut, keterlibatan lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal sangat penting. Berkaitan dengan penguatan SDM di bidang kesadaran hukum, rasanya lembaga sekolah masih menjadi tempat yang relevan untuk membangun tujuan mulia ini. Baik melalui kegiatan kurikuler (belajar mengajar mata pelajaran), maupun ekstrakurikuler seperti Pramuka. Di tingkat sekolah menengah, keterlibatan Pramuka bisa menjadi “jalan pintas” untuk menyiapkan generasi muda, apalagi jika mau menggandeng stakeholder yang ada melalui Satuan Karya (Saka) Pramuka.
Kegiatan kepramukaan untuk kalangan Penegak (usia SMA sederajat) hingga Pandega tidak terpaku pada Gugus Depan yang biasanya berada di lembaga pendidikan. Namun juga bisa melalui Saka yang biasanya mendapat pembinaan langsung dari instansi seperti Saka Bahari (TNI AL), Saka Dirgantara (TNI AU), Saka Wirakartika (TNI AD), Saka Bhakti Husada (Kesehatan), dan tentunya Saka Bhayangkara yang memiliki latar belakang kepolisian.
Mengacu background penulis, rasanya lembaga pendidikan (gugus depan) di setiap kecamatan harus mulai melirik Saka Bhayangkara sebagai mitra. Tentu juga terbuka Saka yang lain disesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini menjadi strategis karena keberadaan kantor Polsek ada di setiap kecamatan. Sehingga kegiatan di setiap kecamatan bisa terpusat.
Selain itu, dari sisi psikologi, usia SMA merupakan masa remaja yang sangat tepat untuk mengasah kepribadian mereka. Sehingga dengan pembinaan kedisiplinan yang mengasyikkan di Pramuka, serta adanya masukan wawasan hukum dari kepolisian, jalinan emosi generasi muda dengan institusi penegakan hukum akan berjalan baik.
Diharapkan, keterlibatan anak muda secara langsung dengan dunia hukum dalam hal ini kepolisian, bisa memacu mereka untuk semakin mengerti dengan penegakan hukum. Sehingga tanpa harus menjadi polisi pun, jiwa Bhayangkara sadar hukum bisa tertanam di dalam diri generasi muda. Untuk jangka pendeknya, mereka bisa menjadi duta polisi, duta lalu lintas dan semacamnya.
Sedangkan untuk tujuan jangka panjang, di masa mendatang, mereka bisa menjadi duta hukum dalam arti sebenarnya, paling tidak untuk dirinya dan lingkungan tempat mereka tumbuh.
Secara hitungan, jika di setiap Polsek bisa terkumpul setidaknya dua Sangga putra putri masing-masing 12 orang. Akan ada 24 generasi muda yang melek hukum. Jika sekabupaten, maka tinggal mengalikan. Belum lagi jika jumlah ini dihitung berdasar jumlah Gugus Depan (jumlah SMA) di Banyuwangi yang mencapai 127 lembaga.
Andai di setiap sekolah terdapat 10 saja anggota Pramuka yang tergabung Saka, maka jumlah yang didapatkan akan semakin besar. Terlebih jika kegiatan Saka ini bisa saling terhubung satu sama lain, serta memiliki agenda tahunan bersama, tentu akan menjadi bonus demografi yang bukan asal-asalan.
Gagasan ini bukan bermaksud menggurui jajaran Polsek agar merangkul kalangan Pramuka di gugus depan, namun lebih tepatnya kesempatan ini agar dilihat oleh masing-masing pihak untuk saling mendekat. Agar tercipta simbiosis mutualisme.
Dengan demikian, 10 atau beberapa tahun ke depan, pembangunan yang saat ini sudah menapaki fondasi bagusnya di Banyuwangi, bisa terus berkesinambungan disertai kesadaran hukum yang baik. Maka akan tercipta Banyuwangi yang subur dan makmur, serta dihuni masyarakat sadar hukum dan penuh dengan keadilan. (*)
*) Brigadir Taruna Akademi Kepolisian RI.