RADAR SITUBONDO – Pujono, warga Bojonegoro, berjalan kaki dari Jombang hingga sampai di Kabupaten Situbondo. Pria 58 tahun tersebut bermaksud mendatangi makam Kiai Raden As’ad Syamsul Arifin di Pesantren Sukorejo, Kecamatan Banyuputih, Situbondo.
Pujono melintas di jalan Pantura Situbondo, Kamis lalu (7/7). Dia baru pulang dari Petilasan Syekh Maulana Ishaq di Pecaron, Desa Klatakan, Kecamatan Kendit. Yang tidak biasa dari pria berjenggot itu adalah caranya sampai ke Situbondo. Dia berjalan kaki dari Bojonegoro hingga sampai di Kota Santri.
Pujono membawa baju seadanya. Disandang menggunakan tas hitam. Tidak jarang, ketika melintas di sepanjang jalan, dia dikira orang gila. “Kalau dicibir dikatakan orang gila sudah jadi makanan tiap hari. Kadang ada sekelompok anak kecil yang mencibir saya sebagai orang gila. Itu sudah biasa,” ungkap Pujono pada koran ini.
Dia mengaku, sengaja berjalan kaki untuk menyinggahi beberapa tempat ‘keramat’. Kalau di Situbondo, dia sudah menyinggahi beberapa makam. Salah satunya petilasan Syaikh Maulana Ishak yang ada di Pacaron. Selanjutnya dia akan melanjutkan perjalanan ke daerah Jember mencari makam Mbah Slampon, dan Mbah Tanjung.
“Saya dengar dari teman saya yang sama-sama musyafir, katanya di daerah Jember ada seorang wali keramat, saya akan mencarinya. Habis itu, saya mau ke makam Kiai As’ad Syamsul Arifin di daerah Sukorejo. Katanya, wali itu juga pahlawan Nasional,” tutur pria yang mengaku hidup sebatangkara itu.
Bagianya, mendatangi makam para wali merupakan kebahagiaan tersendiri. Sebab, ketika sampai di salah satu makam, dia merasakan suasana yang berbeda. Pikirannya begitu tenang dan damai. “Saya suka berjalan kaki mendatangi makam-makam para wali,” ujar Supono.
Pria yang kemarin berpakaian serba hitam itu, selalu menjadikan masjid sebagai tempat beristirahat. Setiap dia berhenti pasti berniat i’tikaf. Baginya Islam itu sangat indah. Betapa tidak, hanya duduk di masjid saja, itu sudah berpahala. Apalagi jika beribadah. “Saya sangat menyukai perjalanan ini, apalagi sudah sampai di masjid. Begitu saya sampai rasanya itu sangat adem dan suasananya sangat damai,”ucap Supono sambil mengusap dada.
Dia juga berpesan, agar manusia jangan terlalu membanggakan pangkat, apalagi mengagungkan orang yang berpangkat. Sebab, orang yang menyandang pangkat belum tentu baik hati. Tidak jarang kabar di media sosial (Medsos) yang menjadi koruptor adalah mereka yang sudah memilik pekerjaan yang nyaman. Bahkan yang hidupnya berkecukupan. Tapi, masih saja merasa kurang.
“Kalau orang masih mengejar kaya, dan tidak mengejar ridho Allah, meskipun sudah punya kapal sekalipun dia tetap akan korupsi. Karena selalu merasa kurang dan kurang,” pesannya.
Menurutnya, rejeki dari Tuhan tidak usah dicari dengan mengorbankan kewajiban. Karena, ketika manusia meninggal, kantor mewah yang jadi tempat bekerja tidak akan berpindah ke atas kuburnya. “Belajarlah selalu bersyukur, insyaallah kehidupan akan lebih tentram,” pungkas Pujono. (hum/pri)