23.5 C
Banyuwangi
Tuesday, May 30, 2023

Mondok di Sukorejo, Sehari Kejar Setoran Selembar Bacaan Alquran

JawaPos.com – Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Banyuwangi menyerahkan beasiswa kepada empat anak penghafal Alquran. Mereka adalah santri Pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Kecamatan Banyuputih, Situbondo.

DEDY JUMHARDIYANTO, Jawa Pos Radar Banyuwangi

Suasana pengajian Husnul Khotimah yang diselenggarakan Baznas Banyuwangi di lantai dua kantor Grha Pena Jawa Pos Radar Banyuwangi tak seperti biasa. Jamaah pengajian kedatangan empat santri penghafal Alquran yang masih berusia belia. Mereka adalah santri yang masih mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Kecamatan Banyuputih, Situbondo.

Keempat anak tersebut adalah warga Banyuwangi. Mereka adalah  Nazarudin Al Fatoni, 19, Yongki Angga Saputra, 21, dan Muhammad Haidar Rasyid, 20. Ketiganya warga Desa/ Kecamatan Rogojampi. Satu orang lagi Mas’udi, 21, warga Dusun Kebunrejo, Desa Alasrejo, Kecamatan Wongsorejo.

Mereka kompak mengenakan baju koko warna putih, bersarung, dan berkopiah. Para santri itu datang langsung dari Situbondo dengan dijemput komisioner Baznas, Herman Suyitno. Begitu datang dan masuk ke dalam ruangan, mereka langsung bergabung dengan jamaah pengajian lainnya.

Usai salat duha dan acara pengajian dimulai, mereka diminta maju ke depan untuk menerima beasiswa dari Baznas. Sebelum beasiswa diserahkan, para penghafal Alquran tersebut dikenalkan oleh komisioner Baznas.

Yang menarik, keempat santri tersebut dites hafalan Alquran oleh jamaah secara langsung. Jamaah peserta pengajian Husnul Khotimah memegang mushaf dan membacakan sepotong ayat Alquran. Kemudian para santri tersebut diminta melanjutkan bacaan yang telah dibacakan oleh jamaah.

Tanpa kesulitan, para santri penghafal Alquran tersebut melanjutkan setiap bacaan potongan ayat suci tersebut dengan baik dan benar. Usai dites hafalan, para santri tersebut diperkenankan berdiri dan menerima beasiswa dari Baznas Banyuwangi yang diserahkan oleh perwakilan jamaah.

Baca Juga :  334 Ribu Dosis Disuntikkan, Persentase Vaksinasi Banyuwangi Tertinggi

Yongky Angga Putra, salah seorang penghafal Alquran mengaku sudah mulai menghafal kalam Allah sejak tahun enam tahun silam. Saat ini, remaja asal Kampung Pabrikan, Dusun Maduran, Desa/Kecamatan Rogojampi ini sudah hafal 30 juz. ”Saya masih terus belajar, karena untuk menghafal harus terus diasah dan dibaca secara istikamah,” ungkap putra pertama pasang suami istri, Wahyono dan Tukiyah ini.

Setiap orang, kata Yongky, punya cara dan metode sendiri dalam menghafal Alquran. Disesuaikan dengan kemampuannya dan kenyamanan dalam mengingat hafalan setiap bacaan Alquran. ”Yang jelas kami dalam waktu sehari harus setor bacaan Alquran satu halaman kepada pembina,” katanya.

Khusus bagi para santri yang masih hafalan di bawah 10 juz hanya cukup setor hafalan kepada ketua kamar. Pasalnya, setiap ketua kamar adalah hafiz yang telah diwisuda. Sementara bagi santri yang menghafal mulai juz 11 sampai juz 30 langsung setoran kepada pembina yang tak lain adalah ustad atau kiai.

Untuk bisa setor hafalan satu lembar atau satu halaman bukan urusan enteng. Pasalnya, para santri masih harus membagi waktu antara pelajaran formal dan nonformal di pesantren. Apalagi, mereka berempat kini sudah menempuh pelajaran di bangku kuliah.

Praktis, mereka harus membagi kegiatan pelajaran kuliah, pelajaran madrasah atau pesantren. Di sisi lain, mereka harus tetap setor hafalan minimal satu lembar dalam sehari. ”Jadi kami memang harus pandai mengatur dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk tetap hafalan terjaga,” ujar mahasiswa Fakultas Tarbiyah semester enam ini.

Baca Juga :  Ramadan dan Ironisme (Perilaku) Kita

Hal yang sama juga dilakukan oleh Mas’udi. Jika ada waktu senggang di kampus, banyak dimanfaatkannya dengan menghafal Alquran agar bisa kejar setoran bacaan Alquran. Sehingga bisa dipastikan, dalam sehari semua santri Tahfidzul Qur’an senantiasa membawa Alquran. ”Karena selalu membawa Alquran, maka kesucian diri juga harus dijaga. Salah satunya yakni wudu,” terang putra pertama Artawi dan Misnati ini.

Para santri harus menjaga wudu. Karena setiap ada waktu luang, bisa dipastikan dimanfaatkan menghafal meski satu ayat. Para santri akan setoran hafalan pada pukul 08.00 hingga pukul 10.30. Selanjutnya, mereka akan mengikuti pelajaran di bangku perkuliahan. Baru pada malam harinya selepas salat isya, mereka akan kembali murojaah atau pengulangan hafalan. ”Kalau menurut saya kuncinya adalah istikamah dalam membaca Alquran,” bebernya.

Santri yang paling muda, Nazarudin Al Fatoni punya cara tersendiri untuk dapat menghafal Alquran. Kuncinya, kata dia, saat berniat menghafal Alquran harus benar-benar Lillahi Ta’ala atau ikhlas karena Allah. Maka niscaya, upaya menghafal Alquran akan menjadi mudah dan lapang.

Meski kini sudah hafal, Nazar mengaku masih beberapa kali lupa. Sehingga harus lebih sering melakukan murojaah. “Memang harus sering dibaca terus menerus. Jika dibaca berulang ulang akan hafal dengan sendirinya,” cetus putra sulung Widiyanto dan Sri Muslimah ini.

Nazar mengaku sangat bersyukur bisa menerima beasiswa dari Baznas tersebut. Bisa jadi beasiswa tersebut adalah bagian kecil berkah yang diterimanya sebagai penghafal Alquran. ”Semoga kami terus bisa menjaga hafalan dan setoran Alquran ini dengan baik,” pungkasnya.

JawaPos.com – Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Banyuwangi menyerahkan beasiswa kepada empat anak penghafal Alquran. Mereka adalah santri Pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Kecamatan Banyuputih, Situbondo.

DEDY JUMHARDIYANTO, Jawa Pos Radar Banyuwangi

Suasana pengajian Husnul Khotimah yang diselenggarakan Baznas Banyuwangi di lantai dua kantor Grha Pena Jawa Pos Radar Banyuwangi tak seperti biasa. Jamaah pengajian kedatangan empat santri penghafal Alquran yang masih berusia belia. Mereka adalah santri yang masih mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Kecamatan Banyuputih, Situbondo.

Keempat anak tersebut adalah warga Banyuwangi. Mereka adalah  Nazarudin Al Fatoni, 19, Yongki Angga Saputra, 21, dan Muhammad Haidar Rasyid, 20. Ketiganya warga Desa/ Kecamatan Rogojampi. Satu orang lagi Mas’udi, 21, warga Dusun Kebunrejo, Desa Alasrejo, Kecamatan Wongsorejo.

Mereka kompak mengenakan baju koko warna putih, bersarung, dan berkopiah. Para santri itu datang langsung dari Situbondo dengan dijemput komisioner Baznas, Herman Suyitno. Begitu datang dan masuk ke dalam ruangan, mereka langsung bergabung dengan jamaah pengajian lainnya.

Usai salat duha dan acara pengajian dimulai, mereka diminta maju ke depan untuk menerima beasiswa dari Baznas. Sebelum beasiswa diserahkan, para penghafal Alquran tersebut dikenalkan oleh komisioner Baznas.

Yang menarik, keempat santri tersebut dites hafalan Alquran oleh jamaah secara langsung. Jamaah peserta pengajian Husnul Khotimah memegang mushaf dan membacakan sepotong ayat Alquran. Kemudian para santri tersebut diminta melanjutkan bacaan yang telah dibacakan oleh jamaah.

Tanpa kesulitan, para santri penghafal Alquran tersebut melanjutkan setiap bacaan potongan ayat suci tersebut dengan baik dan benar. Usai dites hafalan, para santri tersebut diperkenankan berdiri dan menerima beasiswa dari Baznas Banyuwangi yang diserahkan oleh perwakilan jamaah.

Baca Juga :  Watukebo Masih Sakral, Jadi Cikal Bakal Nama Desa

Yongky Angga Putra, salah seorang penghafal Alquran mengaku sudah mulai menghafal kalam Allah sejak tahun enam tahun silam. Saat ini, remaja asal Kampung Pabrikan, Dusun Maduran, Desa/Kecamatan Rogojampi ini sudah hafal 30 juz. ”Saya masih terus belajar, karena untuk menghafal harus terus diasah dan dibaca secara istikamah,” ungkap putra pertama pasang suami istri, Wahyono dan Tukiyah ini.

Setiap orang, kata Yongky, punya cara dan metode sendiri dalam menghafal Alquran. Disesuaikan dengan kemampuannya dan kenyamanan dalam mengingat hafalan setiap bacaan Alquran. ”Yang jelas kami dalam waktu sehari harus setor bacaan Alquran satu halaman kepada pembina,” katanya.

Khusus bagi para santri yang masih hafalan di bawah 10 juz hanya cukup setor hafalan kepada ketua kamar. Pasalnya, setiap ketua kamar adalah hafiz yang telah diwisuda. Sementara bagi santri yang menghafal mulai juz 11 sampai juz 30 langsung setoran kepada pembina yang tak lain adalah ustad atau kiai.

Untuk bisa setor hafalan satu lembar atau satu halaman bukan urusan enteng. Pasalnya, para santri masih harus membagi waktu antara pelajaran formal dan nonformal di pesantren. Apalagi, mereka berempat kini sudah menempuh pelajaran di bangku kuliah.

Praktis, mereka harus membagi kegiatan pelajaran kuliah, pelajaran madrasah atau pesantren. Di sisi lain, mereka harus tetap setor hafalan minimal satu lembar dalam sehari. ”Jadi kami memang harus pandai mengatur dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk tetap hafalan terjaga,” ujar mahasiswa Fakultas Tarbiyah semester enam ini.

Baca Juga :  PWI Beri Penghargaan untuk 20 Tokoh Hebat Blambangan

Hal yang sama juga dilakukan oleh Mas’udi. Jika ada waktu senggang di kampus, banyak dimanfaatkannya dengan menghafal Alquran agar bisa kejar setoran bacaan Alquran. Sehingga bisa dipastikan, dalam sehari semua santri Tahfidzul Qur’an senantiasa membawa Alquran. ”Karena selalu membawa Alquran, maka kesucian diri juga harus dijaga. Salah satunya yakni wudu,” terang putra pertama Artawi dan Misnati ini.

Para santri harus menjaga wudu. Karena setiap ada waktu luang, bisa dipastikan dimanfaatkan menghafal meski satu ayat. Para santri akan setoran hafalan pada pukul 08.00 hingga pukul 10.30. Selanjutnya, mereka akan mengikuti pelajaran di bangku perkuliahan. Baru pada malam harinya selepas salat isya, mereka akan kembali murojaah atau pengulangan hafalan. ”Kalau menurut saya kuncinya adalah istikamah dalam membaca Alquran,” bebernya.

Santri yang paling muda, Nazarudin Al Fatoni punya cara tersendiri untuk dapat menghafal Alquran. Kuncinya, kata dia, saat berniat menghafal Alquran harus benar-benar Lillahi Ta’ala atau ikhlas karena Allah. Maka niscaya, upaya menghafal Alquran akan menjadi mudah dan lapang.

Meski kini sudah hafal, Nazar mengaku masih beberapa kali lupa. Sehingga harus lebih sering melakukan murojaah. “Memang harus sering dibaca terus menerus. Jika dibaca berulang ulang akan hafal dengan sendirinya,” cetus putra sulung Widiyanto dan Sri Muslimah ini.

Nazar mengaku sangat bersyukur bisa menerima beasiswa dari Baznas tersebut. Bisa jadi beasiswa tersebut adalah bagian kecil berkah yang diterimanya sebagai penghafal Alquran. ”Semoga kami terus bisa menjaga hafalan dan setoran Alquran ini dengan baik,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/