GLAGAH, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Sisa blok kayu dan remahan kulit trembesi tercecer di halaman rumah Mustakbilal. Penyandang disabilitas sekaligus spesialis pembuat kepala barong itu baru saja menuntaskan miniatur barong dan macan yang digunakan sebagai piala pada perhelatan WSL.
”Akhirnya selesai juga, saya baru sekali ini dapat pesanan miniatur macan. Kalau barong sudah biasa,” ujar Mustakbilal ditemui di rumahnya, Lingkungan Karangasem, Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah, Rabu kemarin (1/6).
Bapak satu anak ini mendapatkan pesanan untuk WSL sepekan sebelum bulan Ramadan. Mustakbilal awalnya ragu bisa menyelesaikan pesanan tersebut. Namun, pemesan yang diwakili John Eva meyakinkan kalau Mustakbilal mampu menyelesaikan pesanan tersebut.
Bahan baku pun mulai datang. Gelondongan kayu trembesi dan jati dengan ukuran 70 cm x 40 cm tiba di rumahnya. Bilal langsung menggarap pesanan itu. Berbekal peralatan yang dimiliki, dia mulai memahat kepala barong. Diukirnya kayu-kayu itu sesuai pesanan.
Miniatur barong menggunakan kayu jati, sedangkan macan pakai trembesi. Mustakbilal optimistis pesanan miniatur barong bisa selesai lebih cepat. Dia memang sudah terbiasa membuat miniatur barong, termasuk dengan ukiran sayap dan mahkota yang semua digarap dengan tangannya sendiri.
”Semua saya garap sendiri, mulai menjahit kain-kain yang menempel di miniatur barong sampai mengecatnya. Saya sudah pernah dapat pesanan seperti ini. Jadi, sudah tahu selanya,” kata Bilal, sapaan akrabnya.
Bilal mengaku sedikit kesulitan ketika menggarap miniatur macan atau harimau. Ukuran kayu yang cukup besar cukup menyulitkan mengukir macan. Apalagi, dengan kondisinya sebagai penyandang disabilitas. ”Awalnya minta 15 miniatur barong. Sebagian kemudian diganti macan. Saya sempat berpikir apa bisa, soalnya belum pernah membuat ukiran macan. Khawatir tidak selesai,” cerita Bilal.

Meski sedikit mengalami kesulitan, Bilal terus menggarap pesanan empat miniatur macan dari kayu trembesi. Terkadang dia menunggu orang lewat agar membantu membalik miniatur macan yang ukurannya cukup besar tersebut. ”Kayunya basah, jadi agak berat. Saya nunggu orang lewat untuk membalik-balikkan kayunya. Yang sulit membuat kakinya, harus menggunakan chainsaw kecil untuk ngerok,” ujar Ketua Seni Barong Sekar Budoyo itu.
Untuk menuntaskan miniatur macan, Bilal harus rela lembur kerja. Lima pesanan kepala barong terpaksa ditolak karena dia ingin menuntaskan pesanan WSL tepat waktu. ”Ada pesanan kepala barong yang ukurannya cukup besar waktu itu. Kalau saya terima takut tidak selesai. Lebih baik menyelesaikan pesanan WSL. Apalagi, ini untuk kegiatan besar yang dipakai orang luar negeri,” kata Bilal.
Butuh waktu satu setengah bulan untuk menuntaskan pekerjaan besar tersebut. Rinciannya, empat miniatur macan warna cokelat dan lima miniatur barong. Suami Mila Yunita Sari itu mengaku puas bisa menyelesaikan pesanan piala untuk WSL tepat waktu.
Dari usahanya membuat sembilan miniatur itu, Bilal mengaku mendapat honor yang cukup lumayan, total Rp 7,2 juta. Tak ada branding atau merek yang ditempelkan Bilal dalam karya yang dibuatnya. Orang luar minimal bisa menilai jika karyanya benar-benar khas Banyuwangi. ”Kalau nanti diundang ikut melihat penyerahan piala, tentu saya senang sekali, yang penting pesanannya selesai. Orang luar tahu kalau itu Barong Oseng. Asli Banyuwangi,” ujarnya sambil tersenyum. (aif/c1)