GIRI, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Perjalanan rute ini sangat menantang. Energi tim benar-benar terkuras. Kontur sungai tak selebar Kalilo di kawasan perkotaan. Rute kali ini dipenuhi batu padas dan semak berduri.
Air sungai dengan kedalaman sekitar 80 sentimeter langsung menyambut kami. Air berwarna cokelat keruh memenuhi sepanjang aliran sungai. Beberapa sampah rumah tangga seperti styrofoam kotak makanan, popok dewasa, hingga peralatan rumah tangga, seperti tas dan sepatu ditemukan di aliran sungai.
Tas dan sepatu yang ditemukan masih layak pakai. Kemungkinan benda-benda tersebut merupakan sisa dari banjir bandang yang menghantam permukiman warga pada pekan kedua Februari 2023. Selain merendam rumah-rumah, banjir tersebut juga ikut menghanyutkan sejumlah barang milik warga.

Semakin ke arah hulu, medan sungai semakin terjal. Selain jalur yang semakin menyempit, arus sungai juga semakin kencang. Beberapa anggota tim Susuka bahkan sempat terpeleset dan terseret arus akibat salah mengambil langkah. Selain menghindari bebatuan yang cadas dan licin, tim juga harus menghindari limbah-limbah manusia yang masih dibuang di beberapa sudut sungai.
Setelah berjalan sekitar 300 meter, pemandangan sungai mulai berubah. Tim menjumpai beragam vegetasi di pinggiran sungai. Selama perjalanan, tim Korsda Pengairan Banyuwangi beberapa kali menemukan tanaman sayur dan buah yang tumbuh alami di tepian sungai. Mulai dari kecombrang, pace, lamtoro, jambu hutan, hingga kedondong. Semakin ke arah barat, jenis tanaman buah dan sayur yang tumbuh liar semakin beragam.
Suasana sungai yang awalnya sedikit panas menjadi lebih fresh karena banyaknya pepohonan yang tumbuh di kanan kiri sungai. Di sisi lain, arus sungai semakin deras. Jalur sungai yang tampak jarang dilalui manusia mengakibatkan bebatuan di tengah dan tepi sungai menjadi licin karena ditumbuhi lumut.
Sebelum melanjutkan perjalanan, tim Susuka sempat berhenti di Dam Ancar Payaman, Lingkungan Payaman, Kelurahan Giri. Dam kecil ini menjadi salah satu titik yang dimanfaatkan Dinas Pengairan untuk membagi air sungai ke aliran drainase. Manfaat air tersebut untuk menggenangi lahan persawahan.
Secara visual, terlihat ada endapan di dekat pintu air yang membuat aliran sungai di atas dam tampak dangkal. Setelah melewati Dam Ancar, kondisi sungai terasa lebih rindang. Pepohonan bambu tumbuh lebat di tepian sungai. Posisi sungai yang membelah area persawahan dengan perkebunan membuat intensitas sampah di sungai bisa dibilang tak sebanyak aliran di bawahnya.
Aktivitas manusia di sekitar sungai juga nyaris tidak ada. Tim hanya menemukan jalur-jalur kecil sisa jalan setapak yang dilewati petani di pinggiran sungai. Selebihnya, sepanjang daerah aliran sungai (DAS) nyaris tak terjamah manusia. Bahkan, tim Susuka menemukan banyak rebung (tunas bambu) di tepi sungai. Rebung tersebut seolah dibiarkan oleh masyarakat yang memang jarang menjamah sudut sungai tersebut.
Semakin ke atas, jalur sungai semakin sulit dilewati. Tim pun memilih naik dan menyusuri aliran sungai dari pematang sawah. ”Semakin ke barat, sungai semakin mengecil, tapi arusnya deras. Tidak banyak permasalahan seperti di wilayah kota. Sejak dulu kondisi sungai di desa ya seperti ini, airnya bersih,” ujar Eko Wahyudi, petugas pengoperasi pintu air Korsda Banyuwangi.
Perjalanan di etape keenam lebih panjang dari etape sebelumnya. Namun, secara umum, tim tak menemukan permasalah kompleks seperti yang ada di aliran hilir. Hanya tanaman-tanaman di tepi sungai yang berpotensi hanyut jika bagian bawahnya tergerus air sungai. Di etape ketujuh, tim Susuka akan menyelesaikan total perjalanan dari muara Kalilo hingga mata air Grogol dengan total panjang enam kilometer. (fre/aif/c1)