BANYUWANGI, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Produksi kopi di Banyuwangi memang mengalami penurunan akibat cuaca buruk tahun lalu. Gambarannya, dari lahan kopi seluas 1 hektare yang biasanya mampu memproduksi 1 sampai 1,2 ton, sekarang hanya menghasilkan 7–8 kuintal saja.
Kondisi ini terjadi lantaran bunga kopi banyak yang rusak akibat hujan lebat. Padahal, saat itulah tanaman kopi seharusnya dijaga agar tetap bisa panen seperti biasa. Penurunan produksi tak hanya terjadi pada kopi rakyat. Perkebunan kopi juga mengalami nasib serupa.
Di sisi lain, permintaan kopi di pasar domestik (lokal Banyuwangi) terus naik. Banyuwangi yang menjadi kota pariwisata secara perlahan menumbuhkan banyak bisnis warung kopi, kafe, hingga pengolah biji kopi. ”Karena produksinya turun dan permintaan terus meningkat, membuat barang sulit dicari. Harganya juga semakin mahal,” ujar Plt Kadis Pertanian dan Pangan Banyuwangi Ilham Juanda.
Dinas Pertanian sudah berupaya melakukan beberapa langkah intervensi di lapangan agar harga kopi bisa stabil dan produktivitasnya meningkat. Mulai memberikan bantuan pupuk organik kepada petani hingga menjalin kerja sama dengan perkebunan besar untuk memberikan pelatihan kepada petani kopi.
Dinas Pertanian juga melakukan studi lapangan untuk membantu petani menangani segala permasalahan soal kopi. Harapannya, bisa meningkatkan produktivitas kopi di Banyuwangi. Dengan demikian, para pedagang kopi tidak kesulitan mencari bahan baku. ”Untuk komoditas kopi memang belum menjadi penyumbang inflasi seperti beras dan jagung. Kendati begitu, kita juga harus turun ke lapangan agar stok kopi tetap tersedia,” kata Ilham.
Mantan Kabid Pangan itu memprediksi, produktivitas kopi bisa kembali meningkat jika cuaca normal. Musim kopi berbunga biasanya terjadi pada bulan Mei. Jika saat itu cuaca cerah dan sinar matahari cukup, Ilham yakin panen kopi pada medio Juni hingga Agustus bisa kembali normal. ”Minimal harapan kita bisa normal atau melebihi angka produksi per hektare di atas 1,2 ton,” tegasnya. (fre/aif/c1)