BANYUWANGI, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Harga biji kopi mentah di Banyuwangi mengalami kenaikan sejak awal tahun 2023. Karena itu, pedagang kopi akhirnya ikut menaikkan harga produk kopi yang dijual. Kenaikan harga biji kopi, khususnya jenis arabika, naik hingga 100 persen.
Roaster kopi Banyuwangi Emir Yusuf mengatakan, green bean (biji kopi mentah) jenis arabika dengan grade terbaik yang biasanya dijual Rp 90 ribu per kilogram, kini naik menjadi Rp 180 ribu. Ada yang menjual dengan harga Rp 125 ribu sampai Rp 150 ribu, tetapi belum disortir alias masih tercampur dengan kualitas kopi lain.
Begitu juga dengan jenis robusta. Meski tidak tinggi, kenaikan robusta terbilang lumayan, yaitu antara 30 sampai 50 persen dari harga normal. Tahun lalu, harga green bean robusta masih di angka Rp 35 ribu per kilogram, saat ini sudah menyentuh angka Rp 45 ribu, bahkan lebih. ”Ditambah sekarang perusahaan tidak mengambil kopi ke pengepul, tapi langsung ke petani. Barang juga semakin sulit. Belum lagi ada tengkulak yang menimbun biji kopi,” jelasnya.
Penyebab dari tingginya harga biji kopi mentah tak lepas dari menurunnya hasil panen petani. Di tingkat lokal, banyak lahan kopi yang gagal panen karena cuaca buruk. Hasil panen tahun ini turun dari tahun-tahun sebelumnya. ”Lahan yang biasanya bisa panen sampai satu ton per hektare, sekarang tinggal 25 persen saja yang berhasil panen,” terang Emir.
Kondisi yang sama juga dialami negara Brazil yang selama ini menjadi produsen kopi global. Emir mengatakan, Brazil juga mengalami gagal panen akibat cuaca dingin yang membuat tanaman kopi tidak produktif. ”Banyak negara yang akhirnya mengimpor dari Indonesia. Dengan jumlah panen yang sedikit, kemudian banyak yang diekspor akhirnya stok di lokal menjadi langka,” imbuhnya.
Ekspor kopi saat ini tak hanya dilakukan produsen besar seperti perkebunan. Produsen kopi lokal seperti di Gombengsari dan Telemung juga langsung menjual kopi ke luar Banyuwangi. Dampaknya, pedagang kesulitan mencari kopi, terutama dengan kualitas premium. ”Akhirnya, pedagang memilih menaikkan harga atau mencari kopi dengan grade di bawahnya. Ada juga hotel yang mencari kopi mix, yang biasanya disebut kopi jagung untuk menyikapi kenaikan harga kopi,” jelasnya.
Kenaikan harga kopi, menurut Emir, masih bisa terjadi hingga dua tahun ke depan. Apalagi, tidak ada perubahan produktivitas kopi secara global. ”Kalau Brazil masih dilanda cuaca buruk, otomatis produksi kopi masih akan terpengaruh. Kelangkaan seperti ini masih bisa terulang lagi,” imbuhnya.
Sementara itu, salah seorang pedagang kopi asal Banjarsari, Gilang Ramadan mengatakan, kenaikan harga kopi saat ini sudah cukup tinggi. Di sisi lain, pedagang tak bisa sembarangan menaikkan harga minuman kopi karena khawatir akan berdampak pada pelanggan.
Gilang mencontohkan, bubuk kopi arabika yang biasanya masih bisa dibeli dengan harga Rp 220 ribu per kilogram, saat ini sudah menyentuh angka Rp 350 ribu per kilogram. Begitu juga dengan robusta yang naik dari sebelumnya di angka Rp 75 ribu sampai Rp 90 ribu per kilogram menjadi Rp 120 ribu hingga Rp 150 ribu per kilogram. ”Menaikkan harga minuman kopi tidak bisa sembarangan. Kita yang akhirnya harus ngalah. Cari green bean, kita roasting,” pungkas Gilang. (fre/aif/c1)