PANJI, Jawa Pos Radar Situbondo – Dampak pandemi Covid-19 masih dirasakan oleh pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru, Kecamatan Panji, Situbondo. Meskipun PPKM sudah tidak diberlakukan lagi, namun pengunjung di pasar induk itu masih sepi. Sehingga, mereka sulit mendapatkan penghasilan.
Salah satu pedagang baju di Pasar Mimbaan Baru, Kecamatan Panji, Suyanto mengaku kesulitan mendapatkan penghasilan sudah dirasakan sejak Covid-19. Warga mulai jarang datang ke pasar untuk belanja. “Pasar ini sepi pengunjung sejak Covid-19. Saat itu dilarang berkerumum, harus pakai masker dan semacamnya. Akibatnya, banyak warga yang takut untuk ke pasar,” kata Suyanto pada koran ini, Minggu (5/1).
Sebelum Covid-19, pendapatan pedagang masih lumayan. Satu hari bisa memperoleh hasil hingga Rp 500 ribu. Begitu awal Covid-19, pendapatan mulai tidak karu-karuan. “Dulu, (sebelum Corona) mau dapat uang Rp 500 ribu masih gampang. Sekarang, susahnya minta ampun. Saya sendiri sudah tiga hari tidak dapat penghasilan. Sepi sekali mas, saya bingung juga,” kata Suyanto.
Meskipun penghasilan sulit didapatkan, dia harus mempertahankan usahanya . Jika berhenti, dia juga bingung mau beralih pekerjaan. Akhirnya, dia melebarkan sayap untuk mempertahankan dagangnya dengan cara memasarkan dagangannya ke pelosok desa. Itupun tidak maksimal. Ekonomi masyarakat juga tidak stabil. “Kadung lama jualan di sini (pasar Mimbaan) mau pindah pekerjaan ya tidak mungkin. Mau buka usaha lain tidak punya modal. Kecuali yang beruang kan enak. Bisa buka bisnis baru,” ujar Suyanto.
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dia harus mengolah pikirannya dengan menjual baju-baju nya ke desa-desa. Itupun masih tidak banyak membuahkan hasil. Sebab, kebiasaan warga sudah banyak berubah ke sistem beli online. Keuntungan menjual ke desa-desa juga tidak mencukupi dengan ongkos jalannya. “Lima tahun lalu, jualan baju ke kampung -kampung enak. Semisal tidak ada uang ya bayar pakai ayam, bisa juga pakai barang bekas rusak,” tandasnya.
Dia menjelaskan, persoalan pedagang baju cukup komplit. Selain pelanggan sepi, persaingan pedagang lokal juga semakin banyak. Misalnya toko modern makin banyak. Jual beli online juga menjadi penyebab sepinya dagangan.
“Sekarang orang pesan baju sudah banyak yang online, otomatis pembeli hanya fokus dengan satu pilihan. Kalau datang langsung kan bukan hanya beli satu kebutuhan saja. Biasanya, begitu beli baju, kalau datang langsung ke sini (pasar) bisa beli celana atau kerudung,” katanya.
Di tengah sulitnya mendapatkan penghasilan, pedagang juga mengeluhkan sewa ruko yang begitu mahal. Akhirnya banyak pedagang di pasar induk itu gulung tikar. Ruko itu diganti orang yang memiliki modal lebih sehingga satu orang bisa pegang tiga ruko.
“Pedagang baju banyak yang berhenti. Rukonya diganti pedagang yang punya modal lebih. Ramainya penjual baju di lantai dua ini karena satu orang bisa punya dua hingga tiga ruko. Sebenarnya yang jualan tinggal sedikit. Banyak yang berhenti,” pungkas Suyanto. (hum/pri)