24 C
Banyuwangi
Monday, June 5, 2023

Segel SDN 1 Klatak Dibuka, Ahli Waris Tetap Menuntut Uang Pelunasan

JawaPos.com – Tumpukan batu besar yang menutup gerbang SDN 1 Klatak akhirnya disingkirkan kemarin (26/1). Petugas Ketenteraman dan Ketertiban (Trantib) Kecamatan Kalipuro juga menurunkan banner yang menutup gerbang sekolah.

Tindakan anggota Trantib tersebut mengakhiri penyegelan sekolah yang sudah berlangsung satu bulan. Pembukaan segel tersebut melegakan semua pihak. Wali murid dan guru senang karena 473 murid bakal bersekolah lagi.

Sebelumnya gedung SDN 1 Klatak disegel oleh ahli waris. Alasan penyegelan tersebut adalah turunnya putusan dari Mahkamah Agung yang menegaskan ahli waris berhak menguasai lahan yang ditempati SDN 1 Klatak tersebut.    

Lahan yang ditempati SDN 1 Klatak terlibat sengketa dengan ahli waris. Sengketa ini sudah masuk ke proses hukum. Selasa 22 Desember 2020, pihak ahli waris menutup gerbang masuk SDN 1 Klatak dengan tumpukan batu besar. Di pintu gerbang dipasang papan pemberitahuan bertuliskan ”Berdasarkan putusan MA RI Nomor 68 PK/TUN/2013 dan pemberitahuan surat ke Bupati tanggal 04 Desember 2020, SDN Klatak 1, Kecamatan Kalipuro sejak tanggal 22 Desember 2020 ditutup”. Pada papan pemberitahuan di bagian sebelah kanan bawah tercantum nama Dedy Mardiyanto dan dibubuhi tanda tangan.

Dibukanya segel kemarin bersamaan dengan kunjungan tim Satgas Covid-19 Kecamatan Kalipuro yang tengah melakukan visitasi dan verifikasi untuk kesiapan uji coba pembelajaran tatap muka SDN 1 Klatak. Karena dianggap menghalangi, akhirnya batu besar dan banner yang menutup gerbang sekolah dibersihkan.

”Saat kami datang ada material dan tulisan yang menghalangi akses menuju SDN 1 Klatak. Batu yang menutup gerbang terpaksa kami bongkar,” ujar Ketua Satgas Covid-19 Kecamatan Kalipuro Henry Suhartono.

Kedatangan Henry kemarin dikawal Kapolsek Iptu Hadi Waluyo dalam kapasitas sebagai anggota Satgas Covid-19 dan Lurah Klatak Chandra. Banner yang dipasang di pintu masuk SDN Klatak langsung dibuka. Sedangkan material batu yang berada di pintu masuk dipindahkan ke bagian dalam tembok sekolah.

Sebelum melakukan visitasi ke SDN I Klatak, Satgas sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Henry mengatakan, keputusan PTUN baru sebatas memenangkan secara administrasi, bukan bersifat penguasaan. ”Daripada masyarakat bertindak sendiri, lebih baik tumpukan batu kita pindah,” kata Henry.

Baca Juga :  SDN 2 Kebaman Raih Komando Terbaik

Diungkapkan Henry, banyak permintaan untuk segera dilaksanakan pembelajaran tatap muka, baik dari wali murid maupun masyarakat. Untuk itu, semua proses harus lancar dan tidak ada kendala. ”Kalau masih ada kendala berarti sekolah tatap muka belum bisa digelar,” tegasnya.

Henry menjamin tidak ada lagi penyegelan gerbang sekolah. Pihaknya juga terus mengawasi sekolah tersebut. Karena itu, lanjut Henry, setelah segel dibuka, sekolah bisa mulai melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk persiapan tatap muka. ”SDN 1 Klatak sudah divisitasi satgas terkait kesiapan pembelajaran tatap muka. Secepatnya akan dilaksanakan tatap muka,” kata Henry.

Plt Dinas Pendidikan Banyuwangi Suratno menyatakan, pihaknya berterima kasih kepada Camat dan Satgas Kecamatan Kalipuro karena telah mengambil langkah tepat setelah proses negosiasi dengan ahli waris mengalami hambatan. Sejak awal, Dispendik mengedepankan asas musyawarah dalam persoalan ini.

Pemkab Banyuwangi memiliki pendapat hukum sendiri terkait persoalan SDN 1 Klatak. Berdasar klausul dalam putusan MA, keputusan itu hanya menegaskan pembatalan sertifikat yang dibuat BPN atas nama hak pakai Pemkab Banyuwangi. ”Klausul berikutnya bahwa amar putusan ini tidak serta-merta menetapkan menjadi milik penggugat. Putusan tersebut masih membutuhkan putusan pengadilan lagi,” tegasnya.

Dikatakan Suratno, status kepemilikan tanah SDN 1 Klatak belum jelas. Di dalamnya ada aset pemkab berupa gedung sekolah dan saat ini siswa benar-benar membutuhkan untuk proses pembelajaran. ”Hampir 500 siswa SD membutuhkan fasilitas untuk belajar tatap muka,” ujarnya.

Kepala Puskesmas Licin drg Zelfia yang ikut dalam visitasi memastikan SDN 1 Klatak layak untuk menggelar PTM. Tinggal memenuhi beberapa fasilitas tambahan, terutama kebersihan karena kondisi sekolah cukup lama tidak digunakan. ”Sekolah sudah siap sejak dua bulan lalu. Fasilitas sudah ada, tinggal tim kesehatan nanti datang ke sini lagi,” kata Zelfia.

Baca Juga :  Nunggu Ganti Rugi, Ahli Waris Menginap di SDN 1 Klatak

Sementara itu, setelah anggota Trantib membuka segel, pukul 12.30 dua ahli waris tanah mendatangi SDN 1 Klatak. Mereka kemudian memasang kembali batu kali dan banner untuk menutup pintu sekolah. Salah seorang guru SDN 1 Klatak mengatakan, sejumlah guru sedang berkumpul ketika dua ahli waris datang.

Keduanya lalu mengusir guru karena merasa sudah menempati tanah milik mereka. ”Semua guru kemudian bergeser ke rumah Bu Widi yang tinggal di dekat sekolah. Mereka (ahli waris) bilang mana uangnya kok berani membuka sekolah,” ujar seorang guru menirukan ucapan ahli waris.

Tak lama kemudian, rombongan dari Kecamatan Kalipuro kembali datang ke SDN 1 Klatak. Negosiasi berlangsung alot karena ahli waris tetap memaksa untuk bertahan dan menutup pintu sekolah. Meski demikian pihak kecamatan tetap memastikan jika gerbang sekolah tetap dibuka dengan alasan sekolah akan segera menggelar PTM. ”Kita akan tetap membuka sekolah dengan pengawasan Satpol PP kabupaten dan kecamatan,” tegas Camat Henry.

Ahli waris tanah SDN 1 Klatak Mentik Rohmah mempersilakan aset sekolah yang berdiri di atas tanahnya untuk digunakan. Wanita berusia 40 tahun itu memberikan syarat asalkan pemkab menuntaskan proses pembayaran. Selama belum ada pelunasan, Mentik bersama suaminya, Dedy Mardiyanto, akan tetap bertahan di lahan miliknya tersebut.

”Kalau memang masih digunakan, seharusnya dibeli. Sejengkal pun kaki kami tidak pernah mengganggu bangunan ini. Kami sebagai masyarakat juga ingin hak kami dilindungi, tidak ada tendensi lain,” tegas Mentik.

Sejak tahun 2009 pihaknya sudah melakukan hearing dengan Pemkab Banyuwangi. Sampai kemudian melayangkan gugatan untuk pembatalan sertifikat. Mentik mengaku sengaja tidak sampai melakukan eksekusi lahan karena masih berharap urusannya akan diselesaikan dengan cepat oleh pemkab. ”Kalau kita beriktikad seperti itu (eksekusi) sudah kita mulai sejak 2013 lalu. Tapi ini aset untuk anak-anak bangsa. Kami berharap bisa diselesaikan dengan baik-baik,” pungkasnya. (fre/aif/c1)

JawaPos.com – Tumpukan batu besar yang menutup gerbang SDN 1 Klatak akhirnya disingkirkan kemarin (26/1). Petugas Ketenteraman dan Ketertiban (Trantib) Kecamatan Kalipuro juga menurunkan banner yang menutup gerbang sekolah.

Tindakan anggota Trantib tersebut mengakhiri penyegelan sekolah yang sudah berlangsung satu bulan. Pembukaan segel tersebut melegakan semua pihak. Wali murid dan guru senang karena 473 murid bakal bersekolah lagi.

Sebelumnya gedung SDN 1 Klatak disegel oleh ahli waris. Alasan penyegelan tersebut adalah turunnya putusan dari Mahkamah Agung yang menegaskan ahli waris berhak menguasai lahan yang ditempati SDN 1 Klatak tersebut.    

Lahan yang ditempati SDN 1 Klatak terlibat sengketa dengan ahli waris. Sengketa ini sudah masuk ke proses hukum. Selasa 22 Desember 2020, pihak ahli waris menutup gerbang masuk SDN 1 Klatak dengan tumpukan batu besar. Di pintu gerbang dipasang papan pemberitahuan bertuliskan ”Berdasarkan putusan MA RI Nomor 68 PK/TUN/2013 dan pemberitahuan surat ke Bupati tanggal 04 Desember 2020, SDN Klatak 1, Kecamatan Kalipuro sejak tanggal 22 Desember 2020 ditutup”. Pada papan pemberitahuan di bagian sebelah kanan bawah tercantum nama Dedy Mardiyanto dan dibubuhi tanda tangan.

Dibukanya segel kemarin bersamaan dengan kunjungan tim Satgas Covid-19 Kecamatan Kalipuro yang tengah melakukan visitasi dan verifikasi untuk kesiapan uji coba pembelajaran tatap muka SDN 1 Klatak. Karena dianggap menghalangi, akhirnya batu besar dan banner yang menutup gerbang sekolah dibersihkan.

”Saat kami datang ada material dan tulisan yang menghalangi akses menuju SDN 1 Klatak. Batu yang menutup gerbang terpaksa kami bongkar,” ujar Ketua Satgas Covid-19 Kecamatan Kalipuro Henry Suhartono.

Kedatangan Henry kemarin dikawal Kapolsek Iptu Hadi Waluyo dalam kapasitas sebagai anggota Satgas Covid-19 dan Lurah Klatak Chandra. Banner yang dipasang di pintu masuk SDN Klatak langsung dibuka. Sedangkan material batu yang berada di pintu masuk dipindahkan ke bagian dalam tembok sekolah.

Sebelum melakukan visitasi ke SDN I Klatak, Satgas sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Henry mengatakan, keputusan PTUN baru sebatas memenangkan secara administrasi, bukan bersifat penguasaan. ”Daripada masyarakat bertindak sendiri, lebih baik tumpukan batu kita pindah,” kata Henry.

Baca Juga :  Awal Tahun 2021 STIE WiGa Lumajang Panen Prestasi

Diungkapkan Henry, banyak permintaan untuk segera dilaksanakan pembelajaran tatap muka, baik dari wali murid maupun masyarakat. Untuk itu, semua proses harus lancar dan tidak ada kendala. ”Kalau masih ada kendala berarti sekolah tatap muka belum bisa digelar,” tegasnya.

Henry menjamin tidak ada lagi penyegelan gerbang sekolah. Pihaknya juga terus mengawasi sekolah tersebut. Karena itu, lanjut Henry, setelah segel dibuka, sekolah bisa mulai melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk persiapan tatap muka. ”SDN 1 Klatak sudah divisitasi satgas terkait kesiapan pembelajaran tatap muka. Secepatnya akan dilaksanakan tatap muka,” kata Henry.

Plt Dinas Pendidikan Banyuwangi Suratno menyatakan, pihaknya berterima kasih kepada Camat dan Satgas Kecamatan Kalipuro karena telah mengambil langkah tepat setelah proses negosiasi dengan ahli waris mengalami hambatan. Sejak awal, Dispendik mengedepankan asas musyawarah dalam persoalan ini.

Pemkab Banyuwangi memiliki pendapat hukum sendiri terkait persoalan SDN 1 Klatak. Berdasar klausul dalam putusan MA, keputusan itu hanya menegaskan pembatalan sertifikat yang dibuat BPN atas nama hak pakai Pemkab Banyuwangi. ”Klausul berikutnya bahwa amar putusan ini tidak serta-merta menetapkan menjadi milik penggugat. Putusan tersebut masih membutuhkan putusan pengadilan lagi,” tegasnya.

Dikatakan Suratno, status kepemilikan tanah SDN 1 Klatak belum jelas. Di dalamnya ada aset pemkab berupa gedung sekolah dan saat ini siswa benar-benar membutuhkan untuk proses pembelajaran. ”Hampir 500 siswa SD membutuhkan fasilitas untuk belajar tatap muka,” ujarnya.

Kepala Puskesmas Licin drg Zelfia yang ikut dalam visitasi memastikan SDN 1 Klatak layak untuk menggelar PTM. Tinggal memenuhi beberapa fasilitas tambahan, terutama kebersihan karena kondisi sekolah cukup lama tidak digunakan. ”Sekolah sudah siap sejak dua bulan lalu. Fasilitas sudah ada, tinggal tim kesehatan nanti datang ke sini lagi,” kata Zelfia.

Baca Juga :  Tak Saklek, Ahli Waris Tunggu Niat Baik Pemkab Banyuwangi

Sementara itu, setelah anggota Trantib membuka segel, pukul 12.30 dua ahli waris tanah mendatangi SDN 1 Klatak. Mereka kemudian memasang kembali batu kali dan banner untuk menutup pintu sekolah. Salah seorang guru SDN 1 Klatak mengatakan, sejumlah guru sedang berkumpul ketika dua ahli waris datang.

Keduanya lalu mengusir guru karena merasa sudah menempati tanah milik mereka. ”Semua guru kemudian bergeser ke rumah Bu Widi yang tinggal di dekat sekolah. Mereka (ahli waris) bilang mana uangnya kok berani membuka sekolah,” ujar seorang guru menirukan ucapan ahli waris.

Tak lama kemudian, rombongan dari Kecamatan Kalipuro kembali datang ke SDN 1 Klatak. Negosiasi berlangsung alot karena ahli waris tetap memaksa untuk bertahan dan menutup pintu sekolah. Meski demikian pihak kecamatan tetap memastikan jika gerbang sekolah tetap dibuka dengan alasan sekolah akan segera menggelar PTM. ”Kita akan tetap membuka sekolah dengan pengawasan Satpol PP kabupaten dan kecamatan,” tegas Camat Henry.

Ahli waris tanah SDN 1 Klatak Mentik Rohmah mempersilakan aset sekolah yang berdiri di atas tanahnya untuk digunakan. Wanita berusia 40 tahun itu memberikan syarat asalkan pemkab menuntaskan proses pembayaran. Selama belum ada pelunasan, Mentik bersama suaminya, Dedy Mardiyanto, akan tetap bertahan di lahan miliknya tersebut.

”Kalau memang masih digunakan, seharusnya dibeli. Sejengkal pun kaki kami tidak pernah mengganggu bangunan ini. Kami sebagai masyarakat juga ingin hak kami dilindungi, tidak ada tendensi lain,” tegas Mentik.

Sejak tahun 2009 pihaknya sudah melakukan hearing dengan Pemkab Banyuwangi. Sampai kemudian melayangkan gugatan untuk pembatalan sertifikat. Mentik mengaku sengaja tidak sampai melakukan eksekusi lahan karena masih berharap urusannya akan diselesaikan dengan cepat oleh pemkab. ”Kalau kita beriktikad seperti itu (eksekusi) sudah kita mulai sejak 2013 lalu. Tapi ini aset untuk anak-anak bangsa. Kami berharap bisa diselesaikan dengan baik-baik,” pungkasnya. (fre/aif/c1)

Artikel Terkait

Most Read

Ketua RT Dikeroyok Warganya

Konsisten Membidik Pengunjung Lokal

Artikel Terbaru

/