24.3 C
Banyuwangi
Friday, June 2, 2023

Tak Saklek, Ahli Waris Tunggu Niat Baik Pemkab Banyuwangi

”Kami selaku kuasa hukum pihak ahli waris mengajak Pemkab Banyuwangi segera bertemu. Mencari jalan keluar terbaik. Bagaimanapun, di atas lahan itu telah berdiri sekolah yang dimanfaatkan anak-anak Banyuwangi untuk menimba ilmu. Kami tidak ingin terlalu saklek.”

KALIMAT itu dilontarkan Adi Cahyono selaku kuasa hukum Dedy Mardiyanto Selasa sore (2/2). Dedy merupakan pihak yang mengatasnamakan diri sebagai ahli waris lahan yang kini di atasnya berdiri bangunan SD Negeri Klatak, Kecamatan Kalipuro.

Sebagaimana diketahui, lahan itu menjadi objek sengketa antara Dedy Mardiyanto dengan pihak Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banyuwangi. Versi kuasa hukum Dedy, sengketa itu sebenarnya sudah mendapat putusan dan telah berkekuatan hukum tetap sejak 2013.

Adi mengatakan, inti putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hingga tahap peninjauan kembali (PK) itu adalah mengabulkan gugatan kliennya sebagai pihak penggugat. Termasuk memerintahkan tergugat, yakni Kepala BPN Banyuwangi untuk mencabut sertifikat hak pakai Nomor 29 atas nama Pemkab Banyuwangi tanggal 6 November 2007 dengan surat ukur tanggal 28 Agustus 2007 Nomor 00150/2007 luas 1.900 meter di Kelurahan Klatak, Kecamatan Kalipuro. ”Sebelum terbit sertifikat hak pakai atas nama pemkab yang dikeluarkan BPN Banyuwangi, lahan itu milik keluarga klien kami (Dedy, Red),” ujarnya.

Baca Juga :  Cerpen Mudah Dibaca untuk Sekali Duduk

Namun sayang, imbuh Adi, meskipun putusan PK sudah terbit sejak 2013, namun hingga kini belum ada iktikad baik dari pemkab untuk mengajak pihak ahli waris bertemu guna mencari solusi terbaik. Padahal, kata dia, pihak ahli waris tidak ingin bersikap kaku dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

”Tuntutan pihak ahli waris, bagaimanapun di atas lahan tersebut kini telah berdiri sekolah yang dimanfaatkan anak-anak untuk bersekolah. Kami tidak terlalu saklek. Mari kita duduk bersama mencari jalan keluar yang terbaik,” kata Adi.

Adi menambahkan, saat rapat dengar pendapat (hearing) dengan Komisi IV DPRD Banyuwangi, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi Suratno mengatakan akan melapor kepada Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Mujiono terkait rencana pertemuan dengan pihak ahli waris tersebut. Rencananya pertemuan digeber Senin (1/2) atau Selasa (2/2). ”Sampai sore ini (Selasa) pihak pemkab belum mengundang kami untuk duduk bersama. Namun, kami tetap menunggu iktikad baik pemkab,” kata dia.

Masih menurut Adi, meski putusan PK yang dimenangkan pihak ahli waris telah terbit sejak 2013, namun hingga kini pihaknya tetap memberikan toleransi. Hingga akhirnya pihak ahli waris terpaksa menyegel gerbang masuk SDN Klatak.

Baca Juga :  Pelopor Digitalisasi Keuangan Pendidikan di Ujung Timur Pulau Jawa

Bagaimanapun, imbuh Adi, putusan PTUN bersifat mengikat umum (erga omnes). Putusan itu mempunyai tiga kekuatan, yakni kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan eksekutorial. Dia menjelaskan, yang dimaksud kekuatan mengikat adalah para pihak harus tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. Sedangkan kekuatan pembuktian maksudnya putusan dalam bentuk tulisan tertulis merupakan akta otentik yang bisa digunakan sebagai alat bukti.

”Putusan PTUN juga memiliki kekuatan eksekutorial yang artinya kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa maupun sukarela. Putusan PTUN itu sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apalagi sudah dilakukan PK. Jadi, sudah klimaks. Tidak ada upaya hukum yang bisa ditempuh lagi,” kata dia.

Soal eksekusi, keputusan PTUN tidak mempunyai lembaga paksa. Jadi sifatnya eksekusi otomatis. ”Ini berdasar pasal 97 ayat (8) dan ayat (9) UU PTUN. Tidak ada upaya paksa dengan menggunakan aparat keamanan,” pungkasnya. (sgt/aif/c1)

”Kami selaku kuasa hukum pihak ahli waris mengajak Pemkab Banyuwangi segera bertemu. Mencari jalan keluar terbaik. Bagaimanapun, di atas lahan itu telah berdiri sekolah yang dimanfaatkan anak-anak Banyuwangi untuk menimba ilmu. Kami tidak ingin terlalu saklek.”

KALIMAT itu dilontarkan Adi Cahyono selaku kuasa hukum Dedy Mardiyanto Selasa sore (2/2). Dedy merupakan pihak yang mengatasnamakan diri sebagai ahli waris lahan yang kini di atasnya berdiri bangunan SD Negeri Klatak, Kecamatan Kalipuro.

Sebagaimana diketahui, lahan itu menjadi objek sengketa antara Dedy Mardiyanto dengan pihak Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banyuwangi. Versi kuasa hukum Dedy, sengketa itu sebenarnya sudah mendapat putusan dan telah berkekuatan hukum tetap sejak 2013.

Adi mengatakan, inti putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hingga tahap peninjauan kembali (PK) itu adalah mengabulkan gugatan kliennya sebagai pihak penggugat. Termasuk memerintahkan tergugat, yakni Kepala BPN Banyuwangi untuk mencabut sertifikat hak pakai Nomor 29 atas nama Pemkab Banyuwangi tanggal 6 November 2007 dengan surat ukur tanggal 28 Agustus 2007 Nomor 00150/2007 luas 1.900 meter di Kelurahan Klatak, Kecamatan Kalipuro. ”Sebelum terbit sertifikat hak pakai atas nama pemkab yang dikeluarkan BPN Banyuwangi, lahan itu milik keluarga klien kami (Dedy, Red),” ujarnya.

Baca Juga :  Siswa SDN Klatak Akhirnya Bisa Sekolah

Namun sayang, imbuh Adi, meskipun putusan PK sudah terbit sejak 2013, namun hingga kini belum ada iktikad baik dari pemkab untuk mengajak pihak ahli waris bertemu guna mencari solusi terbaik. Padahal, kata dia, pihak ahli waris tidak ingin bersikap kaku dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

”Tuntutan pihak ahli waris, bagaimanapun di atas lahan tersebut kini telah berdiri sekolah yang dimanfaatkan anak-anak untuk bersekolah. Kami tidak terlalu saklek. Mari kita duduk bersama mencari jalan keluar yang terbaik,” kata Adi.

Adi menambahkan, saat rapat dengar pendapat (hearing) dengan Komisi IV DPRD Banyuwangi, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi Suratno mengatakan akan melapor kepada Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Mujiono terkait rencana pertemuan dengan pihak ahli waris tersebut. Rencananya pertemuan digeber Senin (1/2) atau Selasa (2/2). ”Sampai sore ini (Selasa) pihak pemkab belum mengundang kami untuk duduk bersama. Namun, kami tetap menunggu iktikad baik pemkab,” kata dia.

Masih menurut Adi, meski putusan PK yang dimenangkan pihak ahli waris telah terbit sejak 2013, namun hingga kini pihaknya tetap memberikan toleransi. Hingga akhirnya pihak ahli waris terpaksa menyegel gerbang masuk SDN Klatak.

Baca Juga :  SDN Klatak Disegel, Dewan Desak Pemkab Turun Tangan

Bagaimanapun, imbuh Adi, putusan PTUN bersifat mengikat umum (erga omnes). Putusan itu mempunyai tiga kekuatan, yakni kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan eksekutorial. Dia menjelaskan, yang dimaksud kekuatan mengikat adalah para pihak harus tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. Sedangkan kekuatan pembuktian maksudnya putusan dalam bentuk tulisan tertulis merupakan akta otentik yang bisa digunakan sebagai alat bukti.

”Putusan PTUN juga memiliki kekuatan eksekutorial yang artinya kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa maupun sukarela. Putusan PTUN itu sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apalagi sudah dilakukan PK. Jadi, sudah klimaks. Tidak ada upaya hukum yang bisa ditempuh lagi,” kata dia.

Soal eksekusi, keputusan PTUN tidak mempunyai lembaga paksa. Jadi sifatnya eksekusi otomatis. ”Ini berdasar pasal 97 ayat (8) dan ayat (9) UU PTUN. Tidak ada upaya paksa dengan menggunakan aparat keamanan,” pungkasnya. (sgt/aif/c1)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/