BUNGATAN, Jawa Pos Radar Situbondo – Pengelola Pantai Pasir Putih kini tidak lagi memberikan insentif kepada sopir bus pariwisata. Kebijakan tersebut dikhawatirkan membuat jumlah pengunjung menurun. Sebab, sopir bus pariwisata bisa saja tidak lagi tertarik untuk membawa wisatawan ke pantai yang ada di Kecamatan Bungatan, Situbondo, tersebut.
Manajer Wisata Bahari Pasir Putih Kabupaten Situbondo Ru’aidi mengatakan, sejak pengelolaan wisata Pasir Putih ditangani langsung oleh Dinas Pariwisata, pemberian tip (gratuity) sudah ditiadakan. Kebijakan tersebut berlaku sejak awal Februari 2023.
”Tidak adanya pemberian tip (uang makan/minum) bagi sopir bus pariwisata ini seiring dengan pengelolaan Wisata Bahari Pasir Putih Situbondo yang ditangani langsung Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora). Sedangkan dulu saat Pasir Putih masih menjadi perusahaan daerah (perusda), sopir bus bisa mendapat tip untuk makan dan minum,” ujar Ru’aidi Kamis (24/2).
Kata dia, tip menjadi bagian dari salah satu promosi wisata. Sebab, para pengelola jasa transportasi memiliki peran penting untuk menggaet wisatawan. ”Selama ini bus pariwisata yang singgah di Pasir Putih biasanya diberi tip. Jika sudah tidak ada tip, sejumlah sopir bus pariwisata mulai enggan untuk singgah kembali,” jelas Ru’aidi.
Sementara itu, Kepala Bidang Pariwisata pada Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Situbondo Dhian Pramusinta Eka Siwi mengatakan, sejak Wisata Pasir Putih dikelola langsung pemerintah daerah di bawah kewenangan Dispora, semua penghasilan masuk sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Sedangkan untuk kebutuhan lain belum dianggarkan, termasuk tip untuk sopir bus. ”Jadi tidak ada pos anggaran untuk tip sopir bus pariwisata, karena semua penghasilan di objek wisata Pasir Putih semuanya harus masuk PAD,” katanya.
Hariani, salah seorang pedagang di Pasir Putih mengeluh lantaran minimnya pengunjung. Usahanya hampir sepi pembeli setiap hari. ”Dari adanya Covid-19 sampai sekarang, masih saja pembeli yang datang sedikit. Penyebabnya karena pengunjungnya juga sepi,” ucapnya.
Hariani mengatakan, kalau belum ada perubahan yang lebih baik, bisa-bisa dirinya berhenti untuk membuka usaha di tempat wisata. ”Kalau masih tetap tidak ada perubahan yang baik, otomatis kami memilih untuk berhenti. Karena bertahan pun masih saja tidak bisa menghasilkan pendapatan,” jelasnya.
Hariani mengaku, ingin membuka usaha di tempat lain yang dinilai lebih bisa menarik pembeli yang datang. ”Cari-cari tempat lain yang sekiranya banyak orang. Kayak di pinggir jalan atau di tempat wisata lainnya yang diminati orang,” pungkasnya. (wan/pri/c1)