SITUBONDO – Badan Hisab Rukyat (BHR) Situbondo berharap ada kurikulum ilmu falak di lembaga-lembaga pendidikan. Pasalnya, di Kota Santri, pakar yang paham ilmu penghitungan awal dan akhir bulan ini masih sangat minim.
Tim teknis BHR Situbondo, Irpan Hilmy menilai, satu-satunya cara agar pengkaderan tersebut berjalan dengan baik, harus ada pelajaran khusus tentang ilmu itu. “Perlu ada sinergi pesantren-pesantren dengan pengambil kebijakan,” ucapnya.
Pria yang juga sebagai tenaga pengajar di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiyah Sukorejo itu mengatakan, ada beberapa alasan kenapa perlu ada regenerasi. Salah satunya, Situbondo merupakan salah satu tempat strategis melihat hilal.
Dia menerangkan, peluang terlihatnya hilal 23 derajat ke arah selatan dari barat, dan 23 derajat dari arah utara. Itu karena ufuk di barat tidak terhalang gunung. “Artinya, ketika hilal di utara, sampai bata kahir sekalipun, masih mungkin bisa melihatnya,” katanya.
Sedangkan ke arah selatan, hanya terhalang sebuah gunung. Itupun peluang tidak terlihatnya hilal hanya setengah derajat. “Dibanding kabupaten lain, kita punya tempat yang strategis. Karena itu, dalam pemetaan PBNU maupun Kemenag, Situbondo bisa mewakili wilayah timur Pulau Jawa,” kata Irpan.
Tentu, peluang untuk memasukkan dalam kurikulum tersebut sejalan dengan banyaknya pondok pesantren yang ada. Otomastis, sambungnya, sudah tersedia sumber daya manusia (SDM). “Ada beberapa pesantren yang pendidikan umumnya cukup kuat. Artinya, punya basic yang memungkinkan untuk belajar ilmu falak,” katanya.
Sayangnya, belum ada satu pesantren yang konsen mempelajari ilmu ini. Memang, di salah satu perguruan tinggi Islam di Situbondo, ada yang memasukkan sebagai mata kuliah. “Tetapi karena sifatnya akademis, yang dikejar hanya nilai, tidak sampai pada kompetensi,” ujarnya.
Karena itu, perlu ada kebijakan untuk memasukkan ke dalam kurikulum lembaga pendidikan. Dengan begitu, ilmu falak akan dipelajari secara utuh. “Untuk kompetensi, harus belajar secara konfrehensif,” pungkas Irpan.