SITUBONDO, Jawa Pos Radar Situbondo – Penyusunan revisi rancangan peraturan daerah (Raperda) Inisiatif larangan prostitusi sudah hampir selesai. Sehingga, dalam waktu dekat, dipastikan Perda tersebut akan segera diparipurnakan.
Ketua Komisi I DPRD Situbondo, Hadi Priyanto menyatakan, revisi perda larangan prostitusi tersebut sudah disampaikan kepada Bupati Situbondo. Selanjutnya, DPRD menunggu tanggapan atau jawaban Bupati untuk tindak lanjut proses berikutnya. “Revisi Perda larangan prostitusi sudah disampaikan kepada Bupati. Selanjutnya, kami tinggal menunggu jawaban bupati,” ujarnya, Senin (13/2).
Kata dia, meski bupati memberikan respon positif dalam usulan perda DPRD itu, tidak menutup kemungkinan ada sejumlah tanggapan yang harus diperbaiki dan dilakukan pembahasan ulang bersama internal anggota dewan. “Saat ini perda tersebut sudah dikirim, kami tinggal menunggu jawaban Bupati. Apakah nanti perlu diperbaiki atau tidak. Yang jelas kami menunggu respon bupati,” jelasnya.
Dijelaskan, jika perda tersebut sudah disetujui oleh bupati, maka akan bisa diparipurnakan untuk ditetapkan menjadi perda definitif. Akan tetapi, jika perlu diperbaiki, maka perda tersebut baru bisa disahkan pada April mendatang. “Dilihat dulu nanti seperti apa tanggapan Bupati. Kalau tidak ada perbaikan, bisa cepat disahkan. Tapi kalau ada yang perlu dibahas ulang, maka butuh waktu beberapa bulan untuk memperbaiki,” jelasnya.
Menurut Hadi, penyusunan perda memang membutuhkan waktu. Hal itu menyangkut muatan materi yang akan ditetapkan dengan melihat kondisi masyarakat. “Sinkronisasi aturan apakah sesuai dengan kondisi di lapangan atau tidak. Meski kadang harus ada perdebatan mengenai penetapan aturan, itu dilakukan semata-mata untuk efektivitas perda tersebut dibentuk,” ucap pria asal Kecamatan Kapongan itu.
Hadi mencontohkan, pemerintah tidak pernah mendirikan tempat prostitusi. Namun kegiatan prostitusi di Situbondo bukan menjadi rahasia umum lagi. Sehingga meresahkan masyarakat. “Harus ada kesesuaian aturan yang dibuat. Ketika kegiatan prostitusi tidak ada yang mendirikan, namun aktivitasnya justru marak terjadi. Maka, paling tidak ada kekuatan hukum yang melarang kegiatan tersebut. Seperti penertiban aktivitas prostitusi,” bebernya.
Hadi menambahkan, aturan yang tidak kalah penting dalam penertiban aktivitas prostitusi adalah pemberdayaan para pelaku pekerja seks komersial (PSK). “Bagaimana mereka tidak hanya ditertibkan. Tetapi memberikan keterampilan untuk menciptakan usaha sendiri sehingga tidak kembali melakukan kegiatan prostitusi,” pungkasnya. (wan/pri)