SITUBONDO – Paripurna penyampaian nota keuangan APBD 2021 berjalan lebih cepat. Sebab, banyak fraksi yang memilih tidak menyampaikan pandangan umum (PU). Praktis, hanya fraksi PKB yang menggunakan haknya tersebut.
Sedangkan lima fraksi sisanya tidak menyampaikan PU. Masing-masing fraksi PPP, GIS (Gerakan Indonesia Sejahtera/Gerindra-PKS), Golkar, Demokrat, dan PDIP. Kelima fraksi tersebut merasa tidak perlu menyampaikan PU karena pembahasan APBD sudah berjalan cukup lama dan sesuai prosedur.
Ketua Fraksi PPP, Zaerosi mengatakan, tidak ada hal prinsip yang perlu disampaikan dalam PU. Semuanya sudah melalui pembahasan antara badan anggaran (banggar) dan tim anggaran pemerintah daerah (TAPD).
Kata dia, pengesahan APBD sudah mengalami keterlambatan. Banggar dan TAPD telah melakukan tahapan pembahasan sejak tahun 2021 lalu. “Kita inikan dideadline waktu pengesahan. Jadi, harus ada percepatan,” ujar Zaerosi.
Juru bicara fraksi PKB, Mahbub Junaidi menghormati sikap politik lima fraksi yang tidak menyampaikan PU. Kata dia, itu merupakan hak masing-masing fraksi. “Kami megghormati hak mereka, silahkan kesempatan itu mau dipakai atau tidak,” katanya.
Sedangkan menurut Fraksi PKB sendiri, ada beberapa hal yang perlu dipertanyakan di nota keuangan APBD. Mahbub menerangkan, ada empat hal yang perlu mendapatkan jawaban bupati terkait program yang sudah dirancang dalam dokumen raperda APBD.
Pertama, Fraksi PKB mempertanyakan kenaikan tunjangan penghasilan pegawai (TPP). PKB meminta jawaban terkait pertimbangan pemerintah menaikkan TPP yang persentasenya hanya 10 persen. “Kedua, mempertanyakan subsidi pupuk di DTPHP (Dinas Tanaman Pangan, Hortikuktura dan Perkebunan). Dasar hukumnya apa,” katanya.
Poin PU ketiga tentang Bantuan Sosial (Bansos) di Dinas Sosial. Mahbub menerangkan, Bansos tersebut merupakan tambahan. Normalnya, alamat dan data penerima sudah masuk dalam dokumen APBD. “Terakhir, anggaran untuk pelayanan masyarakat miskin. Kenapa tambahannya Rp 9 miliar,” ujarnya.
Mahbub menerangkan, pola pelayanan kesehatan masyarakat miskin saat ini menggunakan e-KTP. Sedangkan pemerintahan periode sebelumnya, ada program surat pernyataan miskin (SPM). “Ketika itu anggarannya sekitar Rp 15 miliar. Sekarang ini Rp 9 miliar, padahal menggunakan KTP,” pungkasnya. (bib)