ASEMBAGUS, Jawa Pos Radar Situbondo – Sejumlah petani cabai di Desa Widuri, Kecamatan Asembagus, Situbondo, mengeluh lantaran usahanya belum membuahkan hasil. Bahkan, tanaman yang sudah mencapai usia 40 hari tersebut, malah rusak akibat hujan deras dan angin kencang serta diserang hama. Mereka pun terancam gagal panen
Salah seorang petani, Indana mengatakan, tanaman cabai miliknya terus menguning. Dari batang hingga daun maupun buah cabai. Bahkan, ada beberapa tanaman yang sudah mati karena membusuk dan belum sempat dipanen. ”Cabai ini saya tanam sejak akhir tahun lalu, saat musim kemarau. Tahun ini cuaca berubah ekstrem karena sering hujan dan angin kencang,” ujarnya, Senin (27/2).
Perempuan 50 tahun itu mengaku, dengan keadaan seperti saat ini dirinya tidak banyak berharap dengan hasil panen cabainya nanti. Sebab, sudah bisa dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. ”Kondisi hujan dan angin kencang menjadi salah satu penyebab gagal panen. Bunga cabai yang sudah keluar menjadi rontok. Tanaman cabai yang berbuah pun akan rusak. Belum lagi serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan kami kesulitan agar tanaman cabai bisa bertahan sampai panen,” jelasnya.
Indiana mengaku, sudah banyak cara yang dilakukan untuk merawat tanamannya di musim hujan saat ini. Mulai dari pengobatan hingga pemberian pupuk agar tanaman tetap bisa hidup. ”Meski hasilnya pas panen nanti tidak begitu memuaskan, paling tidak ada pendapatan yang bisa didapatkan dari tanam cabai ini,” tuturnya.
Kata dia, ketika kondisi cabai rusak, maka harganya akan sangat murah. Biasanya satu kilogram pedagang memberi harga Rp 40 ribu. ”Memang ada perbedaan harga sekitar belasan ribu antara cabai yang selamat dari penyakit dengan tanaman cabai yang terkena penyakit maupun hama. Karena biji cabainya berbeda, yang kena penyakit itu ada bintik-bintiknya, sedangkan cabai yang tidak kena penyakit kelihatannya mulus dan bersih,” bebernya.
Saniwa, warga lainnya mengatakan, pada tahun 2022 lalu dirinya mengaku puas dengan produksi cabai yang ditanamnya. Sebab, saat panen bisa untung hingga puluhan juta rupiah. Namun, tahun ini bukan lagi untung yang dipikirkan. Tapi, bagaimana tanaman tersebut bisa bertahan hidup sampai panen. ”Ini sudah banyak yang kering dan mati. Semoga saja nanti masih bisa ada yang dipanen,” ucapnya.
Pria 40 tahun itu mengaku, jika usahanya tersebut gagal, maka tahun ini dia tidak lagi menggarap lahannya untuk menanam cabai. Akan tetapi memilih untuk mencoba memproduksi tanaman lain. ”Tidak ada pilihan lain untuk berhenti sementara menanam cabai. Lebih baik tanam jagung atau padi yang risiko gagalnya lebih kecil daripada cabai,” pungkasnya. (wan/pri/c1)