RADAR BANYUWANGI – Fenomena banjir yang melanda wilayah Banyuwangi dan sekitar dalam tiga hari ini mengundang perhatian pemerhati lingkungan. Banjir yang terjadi kali ini menimbulkan kerugian material cukup besar.
Pemerhati lingkungan Abdillah Baraas mengatakan, fenomena banjir dalam beberapa bulan terakhir masif terjadi. Salah satu pemicunya yakni perubahan fungsi lahan di daerah lereng pegunungan, dari tanaman tegak menjadi tanaman semusim. ”Kegunaan tanaman tegak mulai berkurang, padahal manfaatnya sebagai pemecah butiran air hujan ketika jatuh ke tanah,” ujar General Manager Geopark Ijen tersebut.
Pemicu kedua, kata Abdillah, adanya pembangunan yang masif sektor pariwisata yang meningkat pesat. Seperti pembangunan kafe, resort, homestay, dan perumahan. Bangunan tersebut sebagian besar dibangun di daerah yang berfungsi sebagai serapan air. ”Membuat tegakan-tegakan pohon itu habis sehingga tata ruang menjadi amburadul,” imbuh mahasiswa S-3 Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.
Abdillah menyebut, masyarakat kini mulai meninggalkan agroforestri. Sedangkan dahulu, rumah warga biasanya memiliki halaman depan dan halaman belakang. Halaman tersebut digunakan untuk menanam aneka pepohonan misalnya alpukat, manggis, durian, dan lainnya. Selain hasilnya bisa dijual atau dikonsumsi sendiri, pohon-pohon tersebut juga berfungsi sebagai penyerap air.
Sementara saat ini, imbuh Abdillah, semakin banyak masyarakat yang mendirikan bangunan di pinggiran sungai. Padahal, daerah di bantaran sungai berfungsi sebagai dataran banjir. Siklusnya secara alami terjadi setiap beberapa puluh tahun sekali untuk mengurangi pendangkalan dan menyuburkan tanah di sekitar sungai.
Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana (Plt Kalaksa) BPBD Banyuwangi Mujito menambahkan, ada sejumlah faktor yang ditengarai sebagai penyebab terjadinya banjir. Pertama, karena cuaca ekstrem. Intensitas hujan yang deras dari dataran tinggi daerah Ijen dan Kecamatan Licin, berimbas di daerah perkotaan yang tergolong sebagai dataran rendah. ”Apalagi, di daerah kota banyak lokasi yang bentuk tanahnya cekung,” tuturnya.
Mujito menambahkan, akibat hujan yang mengguyur Banyuwangi dalam beberapa hari mengakibatkan kondisi tanah menjadi basah. Tanah tidak mampu menyerap air lebih banyak lagi. Sehingga air meluap dan menimbulkan banjir ke dataran rendah. ”Meresapnya gak maksimal, apalagi kontur tanah kita kemiringannya lumayan. Sehingga, air dapat meluncur secara deras ke daerah yang lebih rendah permukaannya,” pungkasnya. (rei/aif/c1)