PANARUKAN, Jawa Pos Radar Situbondo – Belasan anak di Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan, Situbondo, tampak semringah. Senin (30/1) mereka tampak asyik bermain gasing bambu. Permainan tradisional itu setidaknya bisa membuat mereka lepas dari ketergantungan bermain handphone (HP).
Setiap pulang sekolah, anak-anak SD itu memang sering berkumpul untuk bermain bersama. Mereka mengadu gasing bambu agar lebih lama bertahan berputar. Bagi yang kalah, diberi hukuman bermain sambil berdiri. ”Kalau pulang sekolah langsung main gasing bambu, yang tidak punya ya hanya jadi tim hore saja,” kata Mohamad Imam, salah satu dari kawanan anak SD tersebut.
Imam mengatakan, keunikan dari mainan tersebut bukan hanya ketika diadu paling lama berputar. Dia menyebut, bunyi yang dihasilkan setiap gasing bambu juga berbeda-beda. Ada yang seperti peluit, ada juga yang seperti bunyi burung hantu. ”Kalau sama-sama diputar bunyi semua. yang diadu putaran gasing dan bunyi gasingnya. Pokoknya seru,” ungkapnya.
Iman menyebut, permainan tradisional itu baru marak sekitar satu bulan terakhir. Sebelum itu, anak-anak masih fokus dengan mainan lato-lato. ”Sekarang permainan lato-lato sudah jarang. Ganti mainan ini (gasing). Kalau main HP sudah lama tidak main, seruan main gasing,” tandas Imam.
Nur Hasan, pembuat gasing bambu mengatakan, pembuatan gasing tradisional membutuhkan kesabaran. Terutama pada saat membuat lubang gasing. Sebab, dia tidak memiliki alat khusus. ”Untuk mendapatkan bahannya sangat gampang. Yang sulit cara mengukir dan membuat gasing seimbang hingga bisa kencang berputar saat dimainkan,” jelasnya.
Hasan mengaku, setelah banyak anak-anak yang suka bermain gasing, dirinya mencoba untuk membuat gasing sendiri. Saat kecil dia memang suka membuat gasing sendiri. ”Mainan ini sudah ada sejak saya kecil. Ini baru viral lagi, makanya saya buat sendiri. Hasilnya lumayan, satu gasing saya jual Rp 10 ribu. Alhamdulillah, sudah banyak yang beli,” pungkas Hasan. (pri/c1)