BLIMBINGSARI, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Suasana Nyepi begitu terasa di Kampung Bali, Dusun Patoman Tengah, Desa Patoman, Kecamatan Blimbingsari, kemarin (22/3). Di dusun tersebut mayoritas penduduknya beragama Hindu. Ada 285 kepala keluarga beragama Hindu yang menetap di Dusun Patoman Tengah.
Rabu pagi kemarin (22/3), seluruh warga merayakan Nyepi dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian di dalam rumah. Yakni, meliputi amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang).
Tidak ada aktivitas warga maupun kendaraan yang berlalu-lalang di jalan desa maupun gang di tengah permukiman. Dusun Patoman Tengah begitu senyap tak ubahnya ”kampung mati”. Di setiap pintu masuk atau jalan dusun menuju kampung Bali ditutup dengan bambu. Bahkan, kayu bekas ogoh-ogoh yang dibakar di persimpangan jalan tetap dibiarkan sebagai penutup akses jalan.
”Kami menjaga agar warga tidak keluar rumah. Warga dari luar desa juga tidak boleh masuk kampung agar yang menjalankan ibadah tidak terganggu. Sejak dulu masyarakat sudah memahami dan toleransi sangat dijunjung tinggi,” ujar Made Hardhana, pemuka agama Hindu Desa Patoman.
Beberapa pecalang atau petugas keamanan sesekali tampak berjaga dan berkeliling kampung. Perayaan Nyepi di Desa Patoman menunjukkan toleransi tinggi antara umat beragama. Sebab, umat Hindu di Desa Patoman hidup berdampingan dengan umat agama lain. ”Kalau malam hari, satu kampung ini gelap semua. Seperti kampung mati,” ujar Rusdiyana, salah seorang warga setempat.
Apalagi, perayaan Nyepi tahun ini bersamaan dengan malam pertama puasa Ramadan. Saat malam hari warga muslim melaksanakan salat Tarawih di masjid dan musala. Sementara umat Hindu melaksanakan Nyepi di kampung. ”Kalau di kampung Patoman Tengah tidak ada masjid dan musala, hampir semuanya Hindu. Kalau yang muslim berada di timur jalan,” imbuh Made. (ddy/aif/c1)