24 C
Banyuwangi
Tuesday, March 28, 2023

Tingginya Pernikahan Dini Juga Jadi Sorotan

Gerak Cepat Tangani Kekerasan Anak

BANYUWANGI, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Angka pernikahan dini di Banyuwangi tergolong tinggi. Tahun 2021, kasus perkawinan anak di bawah umur mencapai 480 kasus. Perinciannya, anak berusia 17 tahun sejumlah 317 kasus, disusul anak berusia 16 tahun sebanyak 95 kasus, sisanya anak berusia di bawah 16 tahun sebanyak 68 kasus.

Ada dua penyebab yang mendasari tingginya perkawinan dini. Yakni, hamil sebelum menikah dan sudah berhubungan seks sebelum nikah, tetapi tidak hamil. Di tahun 2022, angka kasusnya bahkan mengalami peningkatan. Tercatat ada 625 pernikahan anak di bawah 19 tahun pada tahun lalu.

Kepala Kemenag Banyuwangi Moh. Amak Burhanudin mengatakan, ada beberapa upaya yang dilakukan pihaknya untuk menekan angka pernikahan dini. Pertama, KUA tidak akan mencatat pernikahan yang usia calon pengantinnya kurang dari 19 tahun tanpa putusan pengadilan. Kedua, bagi yang usianya kurang dari 19 tahun dan mengajukan pernikahan di KUA akan dibuatkan surat penolakan. ”Orang tua dan atau walinya dapat mengajukan ke pengadilan untuk mendapatkan dispensasi,” kata Amak.

Melihat tingginya angka pernikahan anak, Pemkab Banyuwangi menunjukkan komitmennya terhadap penanganan kasus kekerasan pada anak dan pernikahan dini. Setidaknya itu dibuktikan dengan digelarnya Forum Koordinasi Pencegahan Kekerasan Anak. Di forum tersebut, Bupati Ipuk Fiestiandani tak kuat menahan emosi ketika mengetahui kondisi anak di Bumi Blambangan yang menyayat hati.

Ipuk mengungkapkan kesedihannya mengetahui kasus kekerasan anak dan tindak pelecehan seksual yang dialami anak di Banyuwangi kian marak. Ipuk bahkan sempat menitikkan air mata ketika memberikan sambutan. ”Harus ada komitmen dan rasa tanggung jawab untuk menjaga anak-anak di Banyuwangi. Mari bersama-sama berkolaborasi dan bersinergi menyelesaikan masalah ini. Tidak bekerja sendiri-sendiri. Tidak bergerak sendiri-sendiri,” tegas Ipuk.

Baca Juga :  Pandemi, Dosen Stikes Produktif Lakukan Penelitian Musik Tradisional

Mengacu pada Peraturan Daerah tentang Kota Ramah Anak, ungkap Ipuk, Banyuwangi berkomitmen untuk melakukan serangkaian tindakan preventif guna mencegah perundungan, asusila, dan tindak kekerasan lainnya pada anak.

Salah satu yang menjadi perhatian pemkab yakni lembaga pendidikan. Untuk itu, pemkab terus mendorong terwujudnya lembaga pendidikan ramah anak, peningkatan efektivitas pojok curhat guna memitigasi lebih awal terjadinya penyimpangan pada anak, serta sejumlah langkah terukur lainnya.

”Untuk itu, kami meminta institusi pendidikan lebih mengefektifkan pencegahan-pencegahan terkait kasus anak-anak. Jangan sampai justru masalah anak terjadi di lingkup pendidikan,” imbuh Ipuk.

Sebagaimana diketahui, rapat tersebut dihadiri jajaran forkopimda dan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD). Antara lain Komandan Kodim 0825 Banyuwangi Letkol (Kav) Eko Julianto Ramadan dan Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Banyuwangi Letkol Laut (P) Anshori. Turut hadir Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Moh. Amak Burhanudin, anggota DPRD Ma’rifatul Kamila, dan perwakilan dari Polresta Banyuwangi, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, hingga Pengadilan Agama Banyuwangi.

Rakor juga diikuti sejumlah pemangku dunia pendidikan dari tingkat dasar hingga atas. Baik yang negeri maupun swasta di bawah Dinas Pendidikan kabupaten, provinsi atau pun Kementerian Agama.

Baca Juga :  KPU Pastikan Tahap Pemilu Tetap Berjalan

Selain berbagai tindakan preventif tersebut, Ipuk juga meminta kepada para penegak hukum untuk bersama-sama berkomitmen memberikan perlindungan kepada anak dan memberikan efek jera kepada para pelaku. Jangan sampai kasus kekerasan, khususnya yang menyangkut seksualitas, diselesaikan secara kekeluargaan.

”Itu mungkin bisa menyelesaikan secara hubungan kemanusiaan. Tapi tetap, trauma kepada anak, bekas, atau luka yang diterima anak akan berbekas sangat panjang,”kata Ipuk.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos-PPKB) Henik Setyorini mengungkapkan, kasus pernikahan dini dan kekerasan anak di Banyuwangi sejak bulan Januari patut disayangkan. Persoalan tersebut perlu segera ditangani sehingga Banyuwangi minim akan kasus tersebut atau bahkan zero kasus.

”Kami terus mengupayakan langkah-langkah preventif dengan menggandeng seluruh instansi pemerintahan, terutama instansi pendidikan yang sangat dekat dengan anak-anak,” kata Henik.

Kegiatan yang dimulai pukul 09.00 itu merupakan salah satu ikhtiar yang dilakukan oleh pihaknya dalam mengatasi kasus pernikahan dini dan kekerasan terhadap anak. Salah satunya dengan mengajak Dinas Pendidikan (Dispendik) untuk meningkatkan terwujudnya sekolah ramah anak.

Sehingga, imbuh Henik, siswa di Banyuwangi dapat bersekolah tanpa takut mengalami tindak kekerasan. ”Saya mengajak Dispendik untuk mengaktifkan kembali Pojok Curhat, sehingga anak dapat bersekolah dengan nyaman dan permasalahan mereka dapat diselesaikan,” pungkas ibu dua anak itu. (rei/aif/c1)

BANYUWANGI, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Angka pernikahan dini di Banyuwangi tergolong tinggi. Tahun 2021, kasus perkawinan anak di bawah umur mencapai 480 kasus. Perinciannya, anak berusia 17 tahun sejumlah 317 kasus, disusul anak berusia 16 tahun sebanyak 95 kasus, sisanya anak berusia di bawah 16 tahun sebanyak 68 kasus.

Ada dua penyebab yang mendasari tingginya perkawinan dini. Yakni, hamil sebelum menikah dan sudah berhubungan seks sebelum nikah, tetapi tidak hamil. Di tahun 2022, angka kasusnya bahkan mengalami peningkatan. Tercatat ada 625 pernikahan anak di bawah 19 tahun pada tahun lalu.

Kepala Kemenag Banyuwangi Moh. Amak Burhanudin mengatakan, ada beberapa upaya yang dilakukan pihaknya untuk menekan angka pernikahan dini. Pertama, KUA tidak akan mencatat pernikahan yang usia calon pengantinnya kurang dari 19 tahun tanpa putusan pengadilan. Kedua, bagi yang usianya kurang dari 19 tahun dan mengajukan pernikahan di KUA akan dibuatkan surat penolakan. ”Orang tua dan atau walinya dapat mengajukan ke pengadilan untuk mendapatkan dispensasi,” kata Amak.

Melihat tingginya angka pernikahan anak, Pemkab Banyuwangi menunjukkan komitmennya terhadap penanganan kasus kekerasan pada anak dan pernikahan dini. Setidaknya itu dibuktikan dengan digelarnya Forum Koordinasi Pencegahan Kekerasan Anak. Di forum tersebut, Bupati Ipuk Fiestiandani tak kuat menahan emosi ketika mengetahui kondisi anak di Bumi Blambangan yang menyayat hati.

Ipuk mengungkapkan kesedihannya mengetahui kasus kekerasan anak dan tindak pelecehan seksual yang dialami anak di Banyuwangi kian marak. Ipuk bahkan sempat menitikkan air mata ketika memberikan sambutan. ”Harus ada komitmen dan rasa tanggung jawab untuk menjaga anak-anak di Banyuwangi. Mari bersama-sama berkolaborasi dan bersinergi menyelesaikan masalah ini. Tidak bekerja sendiri-sendiri. Tidak bergerak sendiri-sendiri,” tegas Ipuk.

Baca Juga :  DP3A P2KB Terima Tiga Laporan Pencabulan dan Kekerasan Anak

Mengacu pada Peraturan Daerah tentang Kota Ramah Anak, ungkap Ipuk, Banyuwangi berkomitmen untuk melakukan serangkaian tindakan preventif guna mencegah perundungan, asusila, dan tindak kekerasan lainnya pada anak.

Salah satu yang menjadi perhatian pemkab yakni lembaga pendidikan. Untuk itu, pemkab terus mendorong terwujudnya lembaga pendidikan ramah anak, peningkatan efektivitas pojok curhat guna memitigasi lebih awal terjadinya penyimpangan pada anak, serta sejumlah langkah terukur lainnya.

”Untuk itu, kami meminta institusi pendidikan lebih mengefektifkan pencegahan-pencegahan terkait kasus anak-anak. Jangan sampai justru masalah anak terjadi di lingkup pendidikan,” imbuh Ipuk.

Sebagaimana diketahui, rapat tersebut dihadiri jajaran forkopimda dan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD). Antara lain Komandan Kodim 0825 Banyuwangi Letkol (Kav) Eko Julianto Ramadan dan Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Banyuwangi Letkol Laut (P) Anshori. Turut hadir Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Moh. Amak Burhanudin, anggota DPRD Ma’rifatul Kamila, dan perwakilan dari Polresta Banyuwangi, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, hingga Pengadilan Agama Banyuwangi.

Rakor juga diikuti sejumlah pemangku dunia pendidikan dari tingkat dasar hingga atas. Baik yang negeri maupun swasta di bawah Dinas Pendidikan kabupaten, provinsi atau pun Kementerian Agama.

Baca Juga :  Kerap Dilewati Dump Truck, Kerusakan Makin Parah

Selain berbagai tindakan preventif tersebut, Ipuk juga meminta kepada para penegak hukum untuk bersama-sama berkomitmen memberikan perlindungan kepada anak dan memberikan efek jera kepada para pelaku. Jangan sampai kasus kekerasan, khususnya yang menyangkut seksualitas, diselesaikan secara kekeluargaan.

”Itu mungkin bisa menyelesaikan secara hubungan kemanusiaan. Tapi tetap, trauma kepada anak, bekas, atau luka yang diterima anak akan berbekas sangat panjang,”kata Ipuk.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos-PPKB) Henik Setyorini mengungkapkan, kasus pernikahan dini dan kekerasan anak di Banyuwangi sejak bulan Januari patut disayangkan. Persoalan tersebut perlu segera ditangani sehingga Banyuwangi minim akan kasus tersebut atau bahkan zero kasus.

”Kami terus mengupayakan langkah-langkah preventif dengan menggandeng seluruh instansi pemerintahan, terutama instansi pendidikan yang sangat dekat dengan anak-anak,” kata Henik.

Kegiatan yang dimulai pukul 09.00 itu merupakan salah satu ikhtiar yang dilakukan oleh pihaknya dalam mengatasi kasus pernikahan dini dan kekerasan terhadap anak. Salah satunya dengan mengajak Dinas Pendidikan (Dispendik) untuk meningkatkan terwujudnya sekolah ramah anak.

Sehingga, imbuh Henik, siswa di Banyuwangi dapat bersekolah tanpa takut mengalami tindak kekerasan. ”Saya mengajak Dispendik untuk mengaktifkan kembali Pojok Curhat, sehingga anak dapat bersekolah dengan nyaman dan permasalahan mereka dapat diselesaikan,” pungkas ibu dua anak itu. (rei/aif/c1)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/